DINAMIKA ATMOSFER
Interpretasi Pertanian dan Peternakan pada
Iklim Cibeureum
Dengan Pendekatan metode Mohr, Schmidt
Ferguson, dan Oldeman
Berdasarkan Curah Hujan Bulanan
Pengklasifikasian Iklim di Indonesia diklasifikasikan
oleh Koppen dan Thornwhite yang menggunakan acuan temperatur dan curah
hujan.Namun hasil penelitiannya bahwa temperature di Indonesia relative stabil,
tetapi sebaliknya curah hujan sangat berubah terhadap musim.Oleh karena itu di
Indonesia pada umumnya hanya memakai iklim curah hujan saja yang dapat
diklasifikasikan melalui beberapa metode, yaitu : metode Mohr, metode Schmidt
& ferguson, dan metode Oldeman.
Pengkajian iklim curah hujan yang coba dilakukan yaitu
dengan mengamati dan mengolah data curah hujan di wilayah Cibeureum yang
selanjutnya akan diimplementasikan dengan sector agriculture yaitu pertanian
dan peternakan yang cocok di wilayah tersebut.
Metode
Mohr
Dari hasil pengolahan data curah hujan di daerah
Cibeureum didapatkan data bulan basah sebanyak 28 bulan ( R > 100 mm) ,
bulan lembab sebanyak 2 bulan (R 60 – 100 mm) dan 42 bulan ialah bulan kering
(R < 60 mm).
Pengklasifikasian Iklim wilayah Cibeureum dapat
disimpulkan mempunyai keberagaman iklim menurut intensitas curah hujan perbulannya
yaitu termasuk iklim III / agak kering, Iklim IV / daerah kering, dan iklim V /
sangat kering.Keadaan ini terjadi akibat fluktuasi curah hujan yang beragam
setiap tahunnya dan dapat dilihat bahwa pada tahun 90an keadaan iklim relative
kering dan berbeda pada saat tahun 2000
keatas intensitas curah hujan tiap bulan lumayan tinggi sehingga menjadikan
perbedaan iklim yang berbeda.
Metode
Schmidt & Ferguson
Dalam metode Schmidt merupakan penyempurnaan dari
metode Mohr, dimana pengklasifikasian yang digunakan menggunakan penentuan
nilai Q
Q = Rata-rata
Bulan Kering (BK) x 100 %
Rata-rata
Bulan Basah (BB)
Q = 0,58 x 100 %
0,39
Q = 1,49
Sehingga menurut metode Schmidt & Ferguson iklim
daerah Cibeureum dapat diklasifikasikan pada iklim agak kering, hutan sabana.sehingga
pemilihan tipe tanaman harus secara hati-hati karena pada iklim seperti ini
adanya keterbatasan irigasi terutama pada musim kemarau.
Metode
Oldeman
Penggunaan metode Oldeman masih menggunakan asumsi
bulan kering dan bulan basah namun penggolongannya sedikit berbeda yaiutu :
curah hujan 200 mm untuk bulan basah, dan <100mm untuk bulan kering.
Setelah dilakukan pengolahan data pada curah hujan
daerah cibeureum didapatkan hasil bahwa daerah cibeureum termasuk dalam tipe
iklim C4 dan D4 yaitu : dalam kurun waktu 1 tahun hanya dapat menanam padi 1
kali dan menanam palawija 1 kali namun harus berhati-hati saat penanaman
palawija pada musim kemarau dan dapat tergantung dengan persediaan irigasi air
yang ada, karena dua tipe iklim ini menunjukaan dimana keadaan iklim kering
namun pada saat tahun tertendu dapat menjadi musim kemarau dengan bulan kering
yang panjang atau bulan basah yang berlebih.
Interpretasi
Iklim Cibeureum terhadap Pertanian
Dengan melakukan terlebih dahulu pengkajian tipe iklim
dapat ditelaah bidang pertanian yang cocok bagi wilayah Cibeureum, dan
kesimpulan dari hasil pengolahan data bahwa daerah Cibeureum termasuk daerah
yang agak kering dengan jumlah bulan basah rata-rata 4- 6 bulan pertahun
sehingga pertanian yang cocok merupakan sistem pertanian silang yaitu dilakukan
1 kali tanam untuk tanaman padi yang dapat dimaksimalkan pada saat bulan basah
atau siklus Oktober-Maret dan penanaman palawija atau umbi-umbian saat musim
kemarau atau siklus April-September yaitu pada saat intensitas curah hujan
sedikit atau saat terjadinya bulan kering yang terkadang sama sekali tidak
terjadi hujan.
Namun memaksimalkan tanaman palawijapun harus
berhati-hati karena ada siklus yang dlam satu tahun banyak terjadi bulan kering
sehingga peranan irigasi dan ketersediaan air harus diperhatikan.Sehingga pada
saat terjadi siklus kemarau yang panjang hanya memungkinkan untuk penanaman
padi saja atau palawija saja.
Interpretasi
iklim Cibeureum terhadap Peternakan
Tipe iklim agak kering sedikit sulit untuk
dimaksimalkannya potensi bidang pertanian dan peternakan karena keterbatasannya
daur air dalam siklus tahunannya namun tidak menutup kemungkinan bahwa dengan
manipulasi iklim dan rekayasa zona nyaman ternak dapat dibuat senyaman mungkin.Sedikit
sulit bila kita ingin memaksimalkan sapi perah pada iklm seperti ini, sehingga
bidang peternakan yang dipilih dapat dialihkan pada peternakan sapi potong yang
lebih tahan terhadap suhu panas dan peternakan unggas atau ayam yang dapat
memaksimalkan suhu yaman dengan bantuan fan/blower yang sedikit untyk
terciptanya efisiensi energi.
Tetapi pada praktik dilapangannya sulit sekali
ditemukan bidang peternakan diwilayah seperti ini, karena keadaan kering tadi
sehingga industry peternakan yang diambil ialah industry RPH yang tidak
bergantung pada curah hujan sebagai faktor primernya
0 comments:
Posting Komentar