F Haruskah UNPAD menerapkan sistem UKT? - galihghungs blog

Haruskah UNPAD menerapkan sistem UKT?




Pengambilan judul tersebut saya dapat dari diskusi kemarin (31/05) yang dilaksanakan dari pihak rektorat dengan beberapa Badan/Lembaga Perwakilan dari setiap fakultas yang membahas tentang Penerapan UKT (Uang Kuliah Tunggal) di kampus kita ini.Dimanan diskusi yang langsung dihadiri oleh Wakil Rektor II yaitu Prof. Dr. Rina Indiastuti SE. MSIE. selaku pembicara audiensi tersebut di Bale Sawala Rekktorat Jatinangor.

Kembali ke topik awal, apasih sebenarnya UKT itu?
UKT merupakan uang kuliah tunggal, dimana setiap mahasiswa tidak akan lagi dibebankan dengan biaya pembangunan atau DP pada awal masuk kuliah, namun biaya tersebut akan didistribusikan melalui jenjangnya masing masing (untuk jenjang S1 dibagi dalam kurun 8 semester).

Sehingga setiap mahasiswa hanya akan membayar SPP setiap semesternya saja (tanpa ada biaya awal untuk Pembangunan).
Kita ambil contoh untuk di FAPET, yakni Dana Pembangunan awal minimal sebesar 4 juta rupiah dan SPP/semester sekitar 2 juta rupiah.
Nah, dengan UKT nilai Dana pembangunan tadi akan dibagi dalam 8 semester, sehingga dapat diambil kesimpulan Biaya Kuliah untuk di Fapet sekitar 2,5 juta/semester tanpa ada Biaya Pembangunan.

Sederhana bukan?
“Memang, namun dalam praktiknya tidak seperti itu!”
Ini mengapa menjadi sebuah isu yang menarik untuk coba didiskusikan terutama sampai perlu adanya audiensi dengan pihak rektorat sendiri.

Beberapa penegasan dari Prof. Rina kemarin yang mengatakan bahwa “UKT hanya akan berlaku pada mahasiswa baru, tidak akan berdampak terhadap mahasiswa lama dan besaran unit cost/fakultas ditentukan oleh biaya unit cost/ fakultas itu sendiri”
Secara langsung ini hanya akan berdampak pada mahasiswa baru atau adik-adik kita angkatan 2013 yang akan membayar uang kuliah lebih “mahal” dibandingkan regulasi sistem pembayaran yang dilakukan sekarang.
Perlu digaris bawahi bahwa Sumbangan Operasional pemerintah yang diberikan terhadap mahasiswa lama hanya samai 8 semester saja.Jadi ketika ada mahasiswa yang menginjak semester 9 masih belum LULUS maka Ia mau tidak mau mengikuti regulasi kebijakan UKT ini.Secara tidak langsung mahasiswa lamapun akan ikut terkena dampak tersebut kecuali dapat lulus dengan tepat waktu :D

Kebijakan ini diambil sesuai dengan instruksi dari DIKTi mealui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (PERMENDIKBUD) nomor 55 tahun 2013 tertanggal 23 Mei 2013 yang ingin biaya kuliah menjadi murah dimana pada peraturan ini memuat Biaya kuliah Tunggal dan UKT.
Dan dalam pasal 6 “PTN dapat memungut di luar ketentuan uang kuliah tunggal dari mahasiswa baru program S1 nonreguler sebanyak 20%”

Kebijakan inilah yang ditakutkan adalah adanya komersialisasi pada PTN untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya dari para mahasiswa dengan melihat unit cost per prodinya atau fakultas tadi.
Memang, ketika BKT yang ditetapkan hanya 20% dan ditakutkan oleh pihak PTN bahwa penetapan regulasi seperti itu akan sangat berdampak terhadap mutu dan kualitas yang diberikan oleh Universitas.

Untuk menjawab keraguan PTN mengenai penerapan UKT dan pembatasan penarikan Biaya kuliah tadi pemerintah mencoba memberikan bantuan lewat BOPTN (Bantuan operasional PTN) terhadap perubahan regulasi menjadi UKT.
Dan yang perlu digaris bawahi ialah “Yakni BOPTN akan menanggung semua biaya operasional yang diperlukan PTN namun hanya dapat digunakan untuk sesuatu yang bersifat habis dalam jangka satu tahun/periode”

Ini berindikasi bahwa BOPTN tidak akan membantu terhadap pengadaan sarana dan prasarana guna mendukung kegiatan perkuliahan berlangsung, padahal kita tahu bahwa di Fakultas kita sendiri masih butuh banyaknya sarana penunjang perkuliahan.

Sementara biaya wisuda, KKN, praktikum pada setiap mahasiswa akan diringankan atu digratiskan.
Biaya operasional UNPAD sendiri yang diungkapkan Prof. Rina yaitu sekitar 81 M dan UKT yang bisa didapat dari mahasiswa sekitar 12 M.
Jadi dana bantuan yang berani ditanggung pemerintah sebesar 81M - 12M = 69 M.

Besar bukan, dan baik sekali pemerintah mampu memberikan uang sebesar 69 M tersebut hanya ambil contoh hanya untuk 1 universitas saja, tetapi apa yang diungkapkan tadi bahwa BOPTn hanya dapat digunakan dalam sesuatu yg bedifat habis dan dalam kenyataannya hanya digunakan sebesar 29 M saja.Jadi dari 81 M 69 M setelah dikurangi 29 M yaitu 40M dikembalikan kembali terhadap negara dengan ketentuan milik Kas Negara.

Sebenarnya inilah kamuflase yang dilakukan pemerintah bahwa mereka berani mendanai para mahasiswa atau PTN dengan besar tetapi adanya pembatasan-pembatasan.
Ambil contoh seperti ini.
“Kita diberi uang 1 juta perhari, tetapi kita hanya bisa menggunakannya hanya untuk kita makan sendiri saja dalam satu hari”

Memang uang yang diberikan besar yakni 1 juta tapi kita hanya bisa menggunakannya hanya untuk makan yang misalkan hanya habis 50 ribu sehingga uang sisa tadi harus dikembalikan pula pada pemerintah kembali.

Inilah yang menjadi prahara kalau saya bilang yakni ketika menginginkan biaya kuliah yang murah dan mutu yang tetap sama namun menkanisme regulasi biaya dan dana kuliah yang ada dapat menjadi sebuah kesempatan bagi pihak tertentu untuk mengambil keuntungan sebesar-besarnya dan disinilah komersialisai PTN dimulai.

Tapi kenapa adakah yang salah dengan mekanisme sekarang ini, sampai akan adanya suatu pengklasifikasiaan biaya kuliah sesuai dengan pendapatan orangtua masing-masing.
Dikatakan bahwa regulasi seperti ini ingin membela mereka yang melewati jalur SMUP dengan harga yang lebih murah dan melakukan aturan biaya yang murah pada setiap mahasiswanya.

Menurut saya ini hanya akan meringankan pada mereka yang diklasifikasikan sebagai mahasiswa kaya pada segmen 5 (dapat dilihat pada website unpad mengenai peraturan biaya 5 segmen ini)
Yakni dengan tidak diberlakukannya SMUP dan dana pengembangan di awal akan membuat UNPAD hanya berpatokan pada BOPTN yang pada kenyataannya BPTN hanya bisa dipaki untuk operasional bukan pembangunan, padahal masih banyak sarana yang diperlukan.

Tetapi dengan penghapusan jalur SMUP ini akan adanya pembelaan untuk kaum borjuis sementara uang kuliah menjadi mahal.

Kenapa UNPAD tidak tetap melakukan saja jalur SMUP ini, sedangkan UI saja mereka masih memberlakukan SIMAK UI (yang artinya mereka melanggar peraturan DIKTI karena mereka memang perlu adanya dana untuk mendukung pembangunan tersebut)

Kenapa SMUP ditiadakan ? Haruskah sarana kuliah kita semakin buruk?
Atau apakah ketakutan dari Rektor UNPAD mengenai peraturan DIKTI untuk tetap memberlakukan jalur SMUP ?

Semoga bisa menjadi bahan evaluasi dan membuka pemikiran teman-teman semua bahwa mahasiswa bukan hanya bersifat kritis namun mampu menganalisis keadaan atau prahara ini.
Terimakasih,
Atas nama Mahasiswa Nasionalis
Galih Agung Gunawan

CONVERSATION

0 comments:

Posting Komentar