I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Konsumsi
daging di masyarakat masih sangat tinggi meskipun harga daging tinggi, apalagi
di saat hari raya permintaan daging akan meningkat oleh sebab itu pasar daging
masih berpotensi cerah dan sampai kapanpun daging masih dikonsumsi meski
persentase kebutuhan tidak terlalu tinggi. Menurut Iswantoro (2014) selaku Direktur
Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan bahwa konsumsi ayam di Indonesia
berkisar 60 persen dari total populasi masyarakat di Indonesia. Pada saat ini
pemenuhan kebutuhan daging berasal dari peternak-peternak tradisional yang juga
dipelihara secara tradisional. Biasanya peternak-peternak ini berternak sampai
ternaknya siap untuk dipotong yang kemudian dijual ke bandar ataupun penjual
daging untuk selanjutnya dilaksanakan pemotongan di RPH (Rumah Potong Hewan) yang
pada akhirnya hasil-hasil potongan ini dijual ke pasaran.
Kegiatan
pemotongan hewan potong diadakan di rumah potong hewan, Sementara, pemotongan
hewan sendiri dimaksudkan untuk menghasilkan daging yang ASUH (Aman, Sehat,
Utuh dan Halal) untuk memenuhi daging yang ASUH agar dapat memenuhi kebutuhan,
keamanan dan kesehatan pangan masyarakat veteriner.
Perusahaan pengolahan daging yang
ada di Indonesia menjadikan peluang yang cukup besar untuk mengembangkan
pasarnya dengan melihat pola konsumsi masyarakat yang meningkat. Pengolahan
daging yang saat ini menjadi pilihan masyarakat misalnya nugget,bakso, dan
sosis, serta produk olahan daging lainnya.
Dalam pengolahan daging tersebut banyak faktor yang akan menunjang dari
kualitas produk yang dihasilkan diantaranya yaitu teknik dalam melakukan
pemotongan, karkasing dan perecahan daging.
Ada beberapa tahap yang perlu dilakukan dalam proses tersebut mulai dari
pemeriksaan antemortem, pengistirahatan, teknik pemotongan, pemeriksaan post
mortem dan perecahan daging yang diperoleh untuk pengolahan apa saja. Oleh
karena itu dengan
adanya penjelasan dari latar belakang yang telah
dikemukakan maka perlu dilakukan ”praktikum
mengenai pemotongan ternak unggas, ternak kecil dan ternak besar”.
1.2. Identifikasi
Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat
ditarik identifikasi masalah yaitu :
1.
Apa saja yang perlu diperhatikan saat melakukan
pemotongan ternak?
2.
Bagaimana proses pemotongan pada ternak
berlangsung.
3. Mengapa proses pemotongan dapat berpengaruh terhadap kualitas daging?
1.3. Tujuan Praktikum
Tujuan dari pembuatan laporan ini,
yaitu :
1. Mengetahui bagaimana proses pemotongan pada setiap jenis
ternak, mulai dari ternak unggas, ternak kecil dan ternak besar
2. Menganalisa berbagai macam pemotongan dan perlakuan pada setiap pemotongan.
3. Menyimpulkan pengaruh pemotongan terhadap kualitas daging.
1.4. Kegunaan Praktikum
Kegunaan praktikum
mengenai pemotongan ternak unggas, ternak kecil dan ternak besar terbagi dalam:
1. Kegunaan ilmiah
dari praktikum mengenai pemotongan ternak
adalah untuk memberikan pemahaman dan pengetahuan
kepada mahasiswa yang sesuai dengan kajian kepustakaan
mengenai proses melakukan pemotongan, karkasing dan perecahan
daging.
2.
Kegunaan praktis dari
praktikum ini adalah agar praktikan dapat mengaplikasikan ilmu yang telah
diperoleh dari kajian kepustakaan dilapangan mengenai pemotongan ternak serta manfaat melakukan pemotongan secara keilmuan dan sesuai prosedur.
1.5. Lokasi dan Waktu
Praktikum
Kegiatan praktikum ini dilaksanakan
pada :
Hari, Tanggal : Senin, 23, 25 November dan 7 Desember 2014
Waktu : 12.30 – 14.30 WIB
Tempat : Laboratorium Teknologi Pengolahan
Produk Peternakan
Universitas
Padjadjaran.
II
KAJIAN
KEPUSTAKAAN
2.1.
Daging
Daging merupakan bahan pangan sumber
protein dengan kandungan gizi yang lengkap dan bisa diolah menjadi berbagai
jenis produk makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat. Daging didefinisikan
sebagai semua jaringan hewan yang layak untuk dimakan dan tidak menimbulkan
gangguan kesehatan bagi yang memakannya termasuk diantaranya hati, ginjal,
otak, paru, jantung, limpa, pankreas dan jaringan otot serta semua produk
daging (Soeparno,1998).
2.2 Pemotongan Ternak
Pemotongan ternak dilakukan di suatu
tempat khusus untuk pemotongan ternak yang telah memenuhi persyaratan tertentu,
yaitu di Rumah Potong Hewan. Persyaratan atau peraturan mengenai pemotongan
hewan dimaksudkan untuk melindungi hewan dari kekejaman yang tidak semestinya,
tetangga-tetangga dari gangguan dan konsumen dari daging yang berasal dari
hewan yang dipotong dan ditangani secara tidak
sehat atau dijual tanpa pemeriksaan (Williamson dan Payne, 1993).
Pada dasarnya ada dua cara atau teknik
pemotongan ternak, yaitu (1) teknik pemotongan secara langsung, (2) teknik
pemotongan secara tidak langsung. Pemotongan secara langsung ternak dinyatakan
sehat dan dapat disembelih pada bagian leher dengan memotong arteri karotis dan
vena jugularis serta oesophagus (Soeparno, 1998).
Syarat penyembelihan ternak adalah ternak
harus sehat. Ternak tidak dalam keadaan lelah, ternak tidak produktif lagi atau
tidak dipergunakan sebagai bibit dan ternak yang dipotong dalam keadaan
darurat. Ternak harus diistirahatkan 12 sampai 24 jam sebelum dilakukan
pemotongan agar pada saat disembelih darah dapat keluar sebanyak mungkin dan
cukup tersedia energi sehingga proses kekakuan otot (rigormortis) berlangsung
secara sempurna (Soeparno, 1998).
Secara umum, mekanisme urutan pemotongan
ternak besar di Indonesia dibagi menjadi dua bagian yaitu proses penyembelihan
dan proses penyiapan karkas, ternak yang sudah dinyatakan sehat oleh dokter
hewan atau petugas yang berwenang dan cap S (slaughter = potong) serta sudah
diistirahatkan dibawa keruang pemotongan dan disiram dengan air dingin. Maksud
penyiraman dengan air dingin adalah : (1) agar ternak menjadi bersih dan (2)
agar terjadi kontraksi perifer (faso kontraksi), sehingga darah dibagian tepi
tubuh menuju kebagian dalam tubuh dan
pada waktu disembelih, darah dapat keluar sebanyak mungkin serta mempermudah
pengulitan (Soeparno, 1994).
Ternak disembelih oleh “kaum” atau “modin”
yang juga menghadap kiblat, sehingga kepala ternak ada disebelah selatan dan
ekor di sebelah utara. Selama proses penyembelihan, setelah bagian kulit,
arteri karotis, vena jugularis, trakhea dan esofagus terpotong, dilakukan
pengeluaran darah dengan pisau yang lazim disebut proses “bleeding” yaitu
menusuk leher ke arah jantung, pengeluaran darah yang tidak sempurna selama
proses penyembelihan menyebabkan lebih banyak residu darah yang tertinggal di
dalam karkas sebingga daging yang dihasilkan lebih gelap dan lemak daging dapat
tercemar oleh darah (Swatland, 1984).
Pemotongan ternak secara langsung
dilakukan apabila ternak dinyatakan sehat dan dapat disembelih pada bagian
leher dengan memotong arteri carotis, vena jugularis, oesophagus, dan
tenggorokan. Pada saat penyembelihan,
darah harus keluar sebanyak mungkin.
Jika darah dapat keluar secara sempurna, maka beratnya 4 persen dari
bobot tubuh. Proses pengeluaran darah
pada ayam biasanya berlangsung selama 50 sampai 120 detik, tergantung besar
kecilnya ayam yang dipotong (Soeparno, 1998).
Ayam
yang telah disembelih dan darah dapat keluar dengan sempurna, kemudian
dilakukan scalding. Ada 2 kombinasi antara suhu dan temperatur. Perbedaan
pelepasan bulu (scalding) pada suhu 53,35oC (128oF)
selama 120 detik disebut soft scalding. Hard scalding merupakan pencelupan
dalam air pada suhu 62 sampa 64oC (145 sampai 148oF)
selama 45 detik dan dapat menghilangkan kutikula (Sams, 2001). Tahap
selanjutnya yaitu dressing meliputi pemotongan kaki, pengambilan jeoran dan
pencucian. Pengambilan jeroan dilakukan
dengan cara memasukkan tangan kedalam rongga perut dan menarik seluruh isi
perut keluar. Pencucian bertujuan untuk
membersihkan karkas unggas dari kotan yang masih tertinggal di bagian dalam dan
permukaan karkas( Sugiyono, dkk.2011)
2.3 Pengulitan
Menurut Soeparno (1998), ada tiga macam
teknik pengulitan yaitu : (1) pengulitan di lantai, (2) pengulitan dengan
digantung, dan (3) pengulitan dengan menggunakan mesin.
Pengulitan diawali dengan membuat irisan
panjang pada kulit sepanjang garis tengah dada dan bagian perut (abdomen).
Kemudian irisan dilanjutkan sepanjang permukaan dalam (medial) kaku. Kulit
dipidahkan mulai dari ventral ke arah punggung tubuh ternak (Setiyono, 2000).
Menurut Soeparno (1994), setelah pengulitan,
rongga dada dibuka dengan gergaji, tepat melalui ventral tenah tulang dada atau
sternum. Rongga abdomen dibuka dengan irisan sepanjang ventral tengah, kemudian
pemisahan penis atau jaringan ambing dan lemak ruang abdominal yang sudah
lepas. Bonggol pelvik dibelah dan pisahkan kedua bagian tulang pelvik. Dibuat
irisan sekitar anus dan tutup dengan kantong plastik. Kuliti ekor jika belum
dilakukan. Dipisahkan oesophagus dari trakhea. Dikeluarkan kandung kencing dan
uterus jika ada, intestinum dan mesenterium, rumen dan bagian lain dari lambung
serta hati. Setelah memotong diafragma, pisahkan pluck, yaitu jantung paru-paru
dan trakhea. Dipisahkan karkas menjadi bagian kiri dan kanan dengan gergaji,
tepat melalui garis punggung. Karkas dirapikan dengan memotong bagian-bagian
karkas yang dianggap kurang bermanfaat. Karkas ditimbang untuk memperoleh berat
segar. Karkas yang telah siap, setelah dicuci dapat dibungkus dengan kain putih
untuk merapikan lemak subkutan.
2.4 Pemeriksaan Ternak
Pemeriksaan daging meliputi : (1)
pemeriksaan sebelum ternak dipotong, lazim disebut pemeriksaan antemortem, dan
(2) pemeriksaan setelah pemotongan atau yang azim disebut postmortem, yaitu
pemeriksaan karkas dam alat-alat dalam (viscera), serta produk akhir (Soeparno,
1994).
etode pelaksanaan pemotongan ternak yang
berlaku di Indonesia ada dua cara yaitu dengan pemingsanan dan tanpa
pemingsanan. Metode dengan pemingsanan biasanya dilakukan oleh RPH modern dan
besar dan sebelum dilakukan pemotongan terlebih dahulu diadakan pemingsanan
agar ternak tidak stress dan aman bagi pemotong. Untuk metode tanpa pemingsanan
biasanya dilakukan di rumah potong tradisional, penyembelihan dengan cara ini
ternak direbahkan dengan paksa dengan tali yang diikatkan pada kaki-kaki ternak
yang dihubungkan dengan ring-ring besi pada rumah potong tradisional, dengan
menarik tali-tali ternak akan roboh. Perlakuan ini akan menyebabkan ternak
merasa sakit karena masih sadar (Kartasudjana, 2001).
Semua sapi yang akan dipersiapkan untuk
dipotong harus diperlakukan dengan baik. Sapi ditempatkan di tempat tertentu
yang cukup tenang. Sapi harus diberi kesempatan beristirahat yang cukup. Sapi
yang datang dari luar daerah yang jauh harus diistirahatkan terlebih dahulu
agar tidak tertekan. Sapi yang mengalami perlakuan kasar akan mengakibatkan
goncangan yang berat. Sapi juga harus memperoleh jaminan makanan dan minuman
(Sugeng, 2003).
Tahapan prose ante mortem adalah tahapan
yang menyangkut pemeriksaan kesehatan, berat badan, jenis kelamin dan umur
ternak yang akan dipotong. Pemeriksaan kesehatan ternak bertujuam melindungi
konsumen dari adanya penyakit menular. Sebelum dipotong, ternak dipuasakan
terlebih dahulu. Pemuasaan ternak sekitar 12 – 24 jam, agar ternak mengeluarkan
sebagian kotoran dan darah secara tuntas. Tahapan proses post mortem adalah
tahapan yang menyangkut proses pemeriksaan, pelayuan, pendinginan, dan
pengangkutan karkas (Murtidjo, 1993).
Berdasarkan sistem HACCP maka dikenali ada
empat kendali titik kritis selama proses penyembelihan di RPH yaitu pelepasan
kulit, pengeluaran jeroan, pemisahan tulang dan pendinginan. Titik kendali
kritis ini harus dapat dikendalikan untuk menekan pencemaran mikroba pada
daging. Selama proses penyembelihan di RPH disarankan para pekerja menggunakan
dua pisau dengan cara bergantian salah satu pisau direndam dalam air panas
>82o C untuk menghindari pencemaran silang (Bolton el al, 2001).
Kemungkinan sapi mati setelah proses
stunning itu ada, hal ini terlihat darah keluar yang keluar tidak merah segar
akan tetapi bervariasi dari merah ke coklat kehitaman, dan keluar darahnya juga
tidak selancar dan sebanyak sapi yang disembelih tanpa di stunning. Ada yang
menjelaskan ini tergantung dari teknik stunningnya, akan tetapi mengingat
ketahanan setiap hewan bervariasi besar maka resiko kematian sesudah stunning
dan sebelum pemotongan masih besar (Apriyantono, 2004).
2.5 Karkas
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian
No. 20/Permentan/OT.140/4/2009 Tentang Pemasukan Dan Pengawasan Peredaran
Karkas, Daging, Dan/Atau Jeroan Dari Luar Negeri bahwa karkas adalah bagian dari ternak unggas yang
diperoleh dengan cara disembelih secara halal dan benar, dicabuti bulunya,
dikeluarkan jeroan dan abdominalnya, dipotong kepala dan leher serta kedua
kakinya sehingga aman, lazim, dan layak dikonsumsi oleh manusia.
Daging adalah bagian dari otot skeletal
karkas yang lazim, aman, dan layak dikonsumsi oleh manusia, terdiri atas
potongan daging bertulang, daging tanpa tulang, dan daging variasi, dapat
berupa daging segar dingin, daging beku, atau daging olahan (Permentan No.
20/Permentan/OT.140/4/2009). Selain daging, hasil akhir dari pemeliharaan ayam
broiler berupa produk ikutan/by Product seperti
jeroan. Jeroan (edible offal) adalah isi rongga perut dan rongga dada
dari ternak ruminansia yang disembelih secara halal dan benar sehingga aman,
lazim, dan layak dikonsumsi oleh manusia dapat berupa jeroan dingin atau beku
(Permentan No. 20/Permentan/OT.140/4/2009).
Klasifikasi karkas berdasarkan cara
penanganannya dibedakan menjadi:
- Karkas segar adalah karkas segar yang baru selesai diproses selama tidak lebih dari 6 jam dan tidak mengalami perlakuan lebih lanjut.
- Karkas dingin segar adalah karkas segar yang segera didinginkan setelah selesai diproses sehingga suhu di dalam daging menjadi antara 4oC – 5 oC.
- Karkas beku adalah karkas yang telah mengalami proses pembekuan cepat atau lambat dengan suhu penyimpanan antara 12 oC sampai dengan suhu 18 oC (SNI, 1995).
Karkas adalah
bagian tubuh ayam yang telah dilakukan penyembelihan secara halal disertai
dengan pencabutan bulu dan pengeluaran jeroan, tanpa kepala, leher, kaki,
paru-paru, dan atau ginjal, dapat berupa karkas segar, karkas segar dingin,
atau karkas beku. (BSN dalam SNI 3924:2009). Menurut
Winarno, 1993 Karkas ialah daging ayam yang masih bersama kulit dan
tulang-tulangnya yang telah diperoleh dari hasil pemotongan, setelah dipisah
dari kepala, kaki dan isi rongga perut (Winarno, 1993). Karkas tersebut akan
diproses lebih lanjut baik dengan memotong bagian-bagian tertentu seperti sayap
dan kaki (drum stick) maupun dengan mengambil daging dada (breast
meat), kulit, dan lain-lain. Proses-proses tersebut akan menyisakan bagian
leher dan punggung dimana masih terdapat daging-daging yang melekat pada
tulang. Daging-daging yang tertinggal pada bagian leher dan punggung dapat
diambil secara manual maupun mekanik.
2.6 Mutu dan
Kualitas Karkas
Berdasarkan
Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 01-3924-2009 tahun 2009 tentang Mutu
Karkas dan Daging, disebutkan karkas adalah bagian ternak setelah dipotong,
dicabuti bulunya/pengkulitan, dikeluarkan jeroan dan lemak abdominalnya,
dipotong kepala dan leher serta kedua kakinya. Cara pemotongannya dapat
dibedakan menjadi karkas utuh, potongan separuh (halves), potongan
seperempat (quarters), potongan bagian-bagian badan (chicken part atau
cut put), dan debond yaitu karkas pada ayam pedaging tanpa tulang
atau tanpa kulit.
Sementara, kualitas
daging ayam dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik pada waktu hewan masih hidup
maupun setelah dipotong. Pada waktu hewan hidup faktor penentu kualitas daging
adalah cara pemeliharaan, meliputi pemberian pakan, tata laksana pemeliharaan,
dan perawatan kesehatan, sedangkan setelah hewan dipotong kualitas daging
dipengaruhi oleh perdarahan pada waktu hewan dipotong dan kontaminasi mikroba
(Murtidjo 2003).
Hal hal yang perlu
diperhatiakan untuk menyiapkan ayam dalam bentuk karkas diantaranya sebagai
berikut (Ruhyat, 2006 ) :
1.
Tiga hari sebelum dipotong sebaiknya tidak
diberi makan atau minuman yang mengandung obat-obatan.
2.
Sekitar 6 jam sebelum dipotong, dipuasakan
dari makanan tetapi air minum tetap diberikan.
3.
Sebaiknya hanya ayam-ayam sehat yang di
proses
4.
Untuk melancarkan keluarnya darah
sebaiknya ayam yang akan dipotong digantung selama 2 menit
5.
Potongan biasanya dilakukan dibelakang dan
dibawah daun telingga
6.
Darah yang keluar harus sebanyak-banyaknya
34%-50%.
7.
Temperatur air pencelupan tidak terlalu
tinggi karena akan merusak karkas.
Berdasarkan cara
pemotongan, produk karkas ayam pedaging dibedakan menjadi lima bagian, antara
lain adalah (1) karkas ayam utuh (whole chicken carcass), (2) potongan separuh
(halves) karkas dibagi menjadi dua potong sama besar, (3) potongan seperempat
(quarters) karkas dibagi menjadi empat potong sama besar, (4) potongan
bagian-bagian badan (chicken part atau cut-up), (5) debone atau boneless adalah
karkas ayam pedaging tanpa tulang atau tanpa kulit dan tulang
Menurut Standar
Nasional Indonesia (SNI) Nomor 01-3924-1995, tingkatan mutu produk karkas ayam
pedaging, baik yang segar, dingin segar dan beku dibagi dalam tiga tingkatan
mutu yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain adalah (1) konformasi;
bentuk kerangka dan tubuh, terutama dada, paha dan punggung, (2) perdagingan;
ketebalan daging pada tulang dada, paha, betis dan punggung, (3) perlemakan; penyebaran
dan ketebalan lemak di bawah kulit, (4) keutuhan; ada tidaknya tulang yang
patah atau hilang, persendian yang lepas, kulit yang sobek atau daging yang
sobek maupun hilang, luka maupun adanya penebalan, (5) perubahan warna; ada
tidaknya memar, bekas bakar (frozen burn) dan perubahan warna yang disebabkan
mikroorganisme atau zat-zat kontaminan lain, (6) dan kebersihan; ada tidaknya
bulu-bulu besar maupun bulu halus yang tertinggal atau kotoran yang menempel.
III
ALAT,
BAHAN DAN PROSEDUR KERJA
3.1.
Alat
1) Pisau : untuk memotong dan membagi daging dalam
beberapa potongan
2) Plastik : untuk membuang kotoran, darah, bulu dan
bagian yang tidak diperlukan
3) Baki
atau nampan : agar daging yang sudah
di potong-potong langsung disimpan pada wadah sehingga daging tidak tercecer
dimana-mana.
4) Timbangan : digunakan untuk menimbang bahan sebelum
dipotong, daging, offal serta karkas yang dihasilkan.
5) Kamera:
dihgunakan untuk mendokumentasikan hasil praktikum maupun kunjungan ke lapangan
3.2.
Bahan
a) Ayam
broiler
b) Domba
c) Kunjungan
Ke RPH untuk melihat pemotongan sapi, kegiatan pemotongan tidak dilakukan
secara langsung oleh mahasiswa karena terkendala oleh biaya dan fasilitas.
3.3.
Cara Kerja
3.3.1
Pemotongan
Ayam
No.
|
Tahapan
|
Proses
|
1.
|
Pengamatan
|
Mengamati
bagian jengger, mata, oli gland/tungir dan bulu di sekitar vent, perbuluan,
konformasi tubuh, perdagingan dan perlemakan dibawah kulit.
|
2.
|
Killing
|
Memotong
ayam dengan pisau tajam pada bagian leher dibelakang rahang bawah, bagian
harus terputus saluran nafas, saluran pencernaan, dan vena kiri kanan.
|
3.
|
Bleeding
|
1.
Menungingkan ayam kebawah dan
mengeluaran darah selama lebih kurang 30 detik
2.
Menimbang ayam yang telah dipotong.
|
4.
|
Scalding
|
Mencelupkan
dengan air hangat 60OC, selama 60 detik, atau sampai bulu besar
bagian sayap mudah dicabut.
|
5.
|
Flucking
|
Mencabuti
bulu, menggunakan mesin dan
manual/tangan.
|
6.
|
Evisceration
|
Mengeluaran
jeroan/seluruh organ dalam
|
7.
|
Memotongan
bagian kepala dan leher serta kaki/shank
|
|
8.
|
Memisahkan
dan menimbang jeroan menjadi giblet dan leher
|
|
9.
|
Memeriksa
kualitas karkas dan menilai karkas bersama dosen pembinbing praktikum
|
|
10
|
Memotong
bagian-bagian daging ayam dengan cermat dan hati-hati.
|
|
11.
|
Mencatat
hasil pengamatan dan membuat laporan sementara
|
3.3.2
Pemotongan
Domba
No.
|
Tahapan
|
Proses
|
1.
|
Pengamatan
|
Mengamati
bagian mata, mulut, hidung, konformasi tubuh, perdagingan dan perlemakan
dibawah kulit.
|
2.
|
Killing
|
Memotong
domba dengan pisau tajam pada bagian leher dibelakang rahang bawah, bagian
harus terputus saluran nafas, saluran pencernaan, dan vena jugularis dan
arteri karotid.
|
3.
|
Bleeding
|
Menggantungkan
domba pada kait dengan mengaitkan 2 bagian kaki belakang hingga menghadap
kebawah
|
4.
|
Pemotongan
kepala & kaki
|
Memotong
bagian kepala dan kaki
|
5.
|
Pengulitan
|
Melakukan
pengulitan dengan menyayat pada bagian lemak dibawah kulit
|
6.
|
Evisceration
|
Mengeluaran
jeroan/seluruh organ dalam
|
7.
|
Memeriksa
kualitas karkas dan menilai karkas bersama dosen pembinbing praktikum
|
|
8.
|
Memotong
bagian-bagian daging domba menjadi 2 bagian foresaddle dan hindsaddle dengan
cermat dan hati-hati.
|
|
9.
|
Mencatat
hasil pengamatan dan membuat laporan sementara
|
3.3.3
Pemotongan
Sapi
1) Meminta
ijin terlebih dahulu kepada petugas yang ada di RPH PT. Kadila Lestari Jaya dengan
didampingi oleh dosen.
2) Mengamati
cara penanganan prosesing pemotongan dari ternak sapi yang datang,
pengistirahatan, persiapan penyembelihan, pemotongan kepala dan kaki,
pengulitan, eviserasi, prosesing kepala dan jeroan dan pemotongan karkas.
3) Membuat
laporan sementara dari hasil yang telah diamati dan meminta pengesahan dari
assisten.
IV
HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.1.
Hasil Pengamatan
4.1.1
Pemotongan Ternak Unggas
Tabel
1. berat hidup dan berat karkas serta bagian-bagian tubuh ternak (gr)
Ternak
|
Bobot Hidup
|
Kepala
|
Kaki
|
Karkas dan Leher
|
Hati
|
Gizzard
|
Berat Bersih
|
Ayam
|
1300
|
38
|
44
|
977
|
37
|
20
|
979
|
%
|
100 %
|
2,22%
|
3,38%
|
75,15%
|
2,84%
|
1,54 %
|
75,31 %
|
Tabel
2. berat hidup dan berat bagian karkas yang tidak dikonsumsi (gr)
Ternak
|
Bobot hidup
|
Darah
|
Bulu
|
Organ
|
Lain-lain
|
Ayam
|
1300 gr
|
38 gr
|
108 gr
|
110 gr
|
112 gr
|
%
|
100 %
|
2,92 %
|
8,31%
|
8,46 %
|
8,62 %
|
4.1.2
Pemotongan Ternak Kecil
Tabel
3. berat hidup dan berat bagian karkas domba (gr)
Berat kaki
|
650 gr
|
Hati, ampedu,
jantung
|
390 gr
|
Paru
|
300 gr
|
Jeroan
|
4,95 kg
|
Karkas depan
|
3,1 kg
|
Karkas belakang
|
5,18 kg
|
Paha depan
|
1,1 kg + 1,4 kg
|
Paha belakang
|
1,55 kg + 1,45
kg
|
Tender + sirloin
|
1,3 kg
|
Tulang rusuk
|
1,35 kg
|
4.1.3
Pemotongan Ternak Besar
Hasil pengamatan berupa foto dan video kegiatan
secara terlampir
4.2.
Pembahasan
4.2.1
Pemotongan Ternak Unggas
A. Karkas Ayam
Kebutuhan akan industri
pangan semakin hari kian meningkat, salah satunya ialah kebutuhan akan daging
ayam. Pemenuhan kebutuhan daging ayam tidak terlepas oleh adanya nilai
permintaan dari konsumen yang dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, umur,
status sosial, dan lain-lain. Kesadaran akan hidup sehat dan seleran konsumen
secara langsung berpengaruh terhadap permintaan pasar dan harga,
pengklasifikasiaan (grading) merupakan suatu upaya dalam memenuhi permintaan
konsumen yang pada akhirnya kan berpengaruh terhadap harga sehingga terjadi
pengelompokkan beberapa kualitas daging ayam.
Pengelompokkan karkas atau daging
ayam dapat dibedakan atas beberapa faktor yang selanjutnya kami lakukan dalam
praktikum kali ini yakni melihat ayam dalam keadaan antemortem dan
postmortemnya (karkas), menurut Abubakar dan Wahyudi (1994) Faktor yang
menentukan nilai karkas meliputi bobot karkas, jumlah daging yang dihasilkan,
dan kualitas daging dari karkas yang bersangkutan. Nilai karkas dikelompokkan
berdasarkan jenis kelamin, umur, dan jumlah lemak intramuskuler dalam otot.
B. Teknik
Pemotongan Ayam
Pemotongan ayam dapat dilakukan
dengan dua cara, yakni secara langsung dan tidak langsung. Menurut Soeparno
(1994) Pemotongan secara langsung (tradisional) dilakukan dengan cara menyembelih
pada bagian leher dengan memotong arteri karotis dan vena jugularis. Pemotongan
ayam secara tidak langsung dilakukan melalui proses pemingsanan dan setelah
ayam benar-benar pingsan baru dipotong.
Pada praktikum kali ini pemotongan
dilakukan dengan cara langsung yakni tanpa menggunakan stunning gun, yakni
dengan memotong 3 saluran yakni arteri karotis, vena jugularis, dan eosophagus.
Selain lebih ekonomis dan pemotongan
secara langsung merupakan akibat dari permintaan pasar dimana banyak konsumen
yang menginginkan daging ayam dalam keadaan ASUH (aman, sehat, utuh dan halal).
C. Proses Karkasing
Proses selanjutnya setelah dilakukan
pemotongan ialah proses karkasing, yakni suatu proses / kegiatan yang dilakukan
untuk membersihkan/ menghilangkan bagian-bagian yang tidak diperlukan dari
daging ayam sehingga layak untuk dijual/dikonsumsi (karkas), menurut Soeparno
(1994) Karkas ayam adalah produk keluaran proses pemotongan, biasanya
dihasilkan setelah melalui tahap pemeriksaan ayam hidup, penyembelihan,
penuntasan darah, penyeduhan, pencabutan bulu dan dressing (pemotongan kaki,
pengambilan jeroan, pencucian).
Pemeriksaan ayam dilakukan dengan melakukan penilaiaan sesui tabel SNI 3924:2009 dengan melihat feathering,
konformasi, dan kondisi ayam sebelum disembelih. Selanjutnya dilakukan
penyembelihan secara langsung, lalu dilakukan penuntasan darah (bleeding)
dengan cara menggantungkan ayam agar darah yang didalam tubuh dapat keluar
semu, karena adanya darah didalam tubuh dapat mengakibatkan kualitas karkas,
ini sesui dengan pendapat Soeparno (1994) yakni Penuntasan
darah harus dilakukan dengan sempurna karena dapat mempengaruhi mutu daging
unggas. Penuntasan darah yang kurang sempurna menyebabkan karkas akan berwarna
merah di bagian leher, bahu, sayap dan pori-pori kulit dimana lama penyimpanan
akan terjadi perubahan warna.
Penyeduhan atau perendaman dalam air
panas (scalding) dilakukan dengan tujuan untuk memudahkan proses pencabutan,
perendaman dilakukan selama kurang lebih 1,5 menit dengan suhu 50oC.
Apabila perendaman terlalu lama akan mengakibatkn kulit menjadi coklat atau
bila suhu terlalu panas mengakibatkan ayam masak, karena tujuan perendaman
sendiri hanya untuk memudahkan proses pencabutan sehingga dianjurkan tidak
terlalu lama menurut Soeparno (1994) sulitnya pencabutan bulu karena kolagen yang
mengikat bulu sudah terakogulasi.
Tahap pencabutan bulu meliputi
penghilangan bulu besar, bulu halus dan bulu seperti rambut. Menurut Soeparno
(1994) pencabutan bulu besar dilakukan secara mekanis dari dua arah, yaitu
depan dan belakang. Sedangkan pencabutan bulu halus dan bulu rambut umumnya
dilakukan dengan metode “wax picking”, yaitu dengan pelapisan lilin, namun pada
praktikum kali ini pencabutan bulu besar dilakukan dengan mesin scalding
sehingga keluaran yang dihasilkan hanya tersisa beberapa bulu halus dan besar
yang selanjutnya dibersihkan dengan cara manual.
Tahapan selanjutnya ialah proses
dressing , menurut Soeparno (1994) proses dressing meliputi pemotongan kaki,
pengambilan jeroan dan pencucian. Dengan membuat irisan lobang yang cukup besar
dari bagian bawah anus, seluruh isi perut ditarik keluar termasuk jaringan
pengikat paru-paru, hati dan jantung. Pengambilan jeroan dilakukan dengan cara
memasukkan tangan ke dalam rongga perut dan menarik seluruh isi perut keluar.
Pemotongan dilakukan dekat bagian kloaka dengan jarak sekitar 3 jari, pemotongan ini dimaksudkan
supaya bagian daging yang tersayat tidak terlalu banyak dan mengakibatkan
karkas menjadi rusak (menurunkan grade).
Menurut Suprijatna (2005) komponen
karkas yang paling mahal adalah otot. Bagian terbesar otot terdapat di bagian
dada, sehingga besarnya dada dijadikan ukuran untuk membandignkan kualitas
daging pada broiler. Bagian dada merupakan bagian yang mempunyai daging yang
paling banyak sehingga pemotongan karkas biasanya dilakukan sangat efektif
sehingga bagian dada tidak banyak terbuang dan biasanya pemotongan bagian dada
diikuti sedikit bagian punggung, karena faktor ekonomi harga jual daging dada
lebih mahal daripada bagian punggung.
D. Grading
Karkas Unggas
Rading
karkas merupakan suatu penyeleksian karkas menurut grading nya. Ada banyak
parameter untuk menentukan grade
karkas (Parry, 1989). Secara internasional ada tiga grade yaitu: A
(kualitas no. 1), B (kualitas no. 2) dan C (kualitas no.3). Selanjutnya dinyatakan
pula penilainan grade karkas menggunakan penilaian dengan parameter tertentu
yang telah ditentukan oleh USDA pada pengelompokan tersebut.
Parameter-perameter yang digunakan antara lain:
1.
Kesehatan dan kekuatan, dengan melihat ciri-ciri ayam
yang sehat (mata cerah, gerak aktif, jengger bagus, bulu warna cemerlang dan
bersih, vent kering dan bersih, bentuk tubuh serasi).
2.
Bulu dengan melihat ciri-ciri bulu bagus menyeliputi
seluruh tubuh dengan disertai bulu halus dan lembut
3.
Konformasi dengan melihat perdagingan pada bagian dada
dan paha dan lemak yang menyelimutinya
4.
Daging dengan melihat penyebaran daging pada bagian
dada dan paha
5.
Lemak dengan melihat penyebaran lemak pada daging
6.
Kerusakan-kerusakan dengan melihat sayatan pada dada.(
Mountney, 1976).
Pada penilaiian karkas yang dilakukan sesuai dengan
tabel USDA kualitas ayam sebelum disembelih meiliki nilai A (kualitas no. 1)
yakni dengan ciri-ciri ayam aktif, jengger merah, tidak banyak cacat,
persebaran bulu merata dan bagian dada berisi.
Kualitas daging yang baik menurut Standar Nasional
Indonesia (SNI), kualitas karkas yang baik (mutu I) adalah yang konformasinya
sempurna, perdagingan tebal, perlemakan baik, keutuhan cukup baik dan sempurna,
serta bebas dari memar dan bulu jarum.
Untuk memperoleh karkas yang baik,
prosessing perlu dilakukan di tempat pemotongan yang bersih dengan cara yang
baik dan benar. Karkas yang baik adalah karkas yang besih, higienis dengan
penampilan menarik.
Selama proses pengolahan akan
terjadi kehilangan berat hidup kurang lebih 1/3 bagian (berat daging siap masak
itu nantinya kurang lebih 2/3 dari berat hidupnya) karena bulu, kaki, cakar,
leher, kepala, jeroan atau isi dalam dan ekor dipisah dari bagian daging
(Rasyaf, 2003).
Persentase bagian non karkas pada
ayam broiler untuk setiap umur berbeda-beda yaitu pemotongan 8 minggu
persentase karkasnya untuk jantan 64,6%, kepala dan leher 6,5%, kaki 3,3%, hati
2,6%, ampela 4,4%, jantung 0,6%, usus 6,6%, darah 5,4%, dan bulu 6,0%. Untuk
betina karkas 71%, kepala dan leher 4,8%, kaki 4,5%, hati 3,1%, ampela 5,6%,
jantung 0,6%, usus 0,5%, darah 4,2% dan bulu 9,6% (Murtidjo, 2003).
Pada praktikum yang dilakukan
didapatkan data sebagai berikut dengan menggunakan sampel ayam jantan dan didaptkan
nilai karkas sebesar 75,31%, Data tersebut tidak berbeda jauh dengan persentase
karkas yang diungkapkan Murtidjo (2003) namun berat karkas sample lebih besar
dibandingkan dengan nilai acuan Murtidjo, dapat disebabkan perdagingan ayam
sample lebih besar karena terlihat pada saat penilaian konformasi bagian dada
lebih tebal dan tulang tertutupi oleh daging.
Persentase karkas memang tidak
banyak berpengaruh terhadap kualitas karkas namun penting pada penampilan
ternak sebelum dipotong, karena biasanya pembeli akan memperkirakan nilai
karkas dari penampilan ternak sewaktu ternak tersebut masih hidup.
4.2.2
Pemotongan Ternak Kecil
A.
Cara pengistirahatan
Sebelum dilakukan pemotongan kambing, kambing diberikan masa
pengistirahatan yang dilakukan dengan cara kambing yang akan dipotong baru
datang di tampung dalam kandang penampungan dan dipuasakan selama 12-24 jam
namun sayangnya pada raktikum kali ini kami tidak mempuasakannya sehingga bobot kotoran cukup
berat. Tujuan dari pengistirahatan sendiri ialah adalah agar kambing tidak
mengalami stress sehingga pada saat disembelih darah dapat mengalir sempurna
dan menghasilkan karkas yang bermutu baik. Sedangkan pemuasaan adalah bertujuan
agar pada saat disembelih tidak ada aktivitas dalam saluran pencernaan yang
menghasilkan sisa pencernaan berupa feses yang dapat menjadi sarana
perkembangbiakan bakteri. Pada saat proses pengistirahatan ini dilakukan
pemeriksaan antemortem yang dilakukan oleh petugas dinas peternakan Surakarta.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya kambing yang terserang
penyakit yang berbahaya dan membahayakan konsumen bila dikonsumsi. Pemeriksaan
sebelum penyembelihan (ante mortem) dilakukan paling lama 24 jam sebelum
disembelih yang bertujuan agar hanya hewan yang sehat saja yang disembelih.
B.
Penyembelihan
Penyembelihan dilakukan dengan cara konvensional dengan merebahkan
kambing kemudian memotong leher pada pangkal dada agar darah lebih cepat keluar
dan kambing cepat mati. Pemotongan dilakukan dengan memotong saluran makanan,
saluran pernapasan, vena jugularis dan arteri karotid. Pada saat penyembelihan kambing harus
setenang mungkin, kemudian kepala ditekan dengan satu tangan, dan tangan lain
mengarahkan ujung pisau pada tenggorokan dibelakang rahang. Dengan satu gerakan
mata pisau memotong pembuluh darah leher (urat nadi) dan darah terpancar keluar.
Kambing yang dipotong harus putus saluran kerongkongan
(Oesophagus) saluran pernafasan (Trachea) dan saluran urat darah nadi.
Pengikatan oesophagus/kerongkongan, secepatnya setelah pemotongan hewan untuk
menghindari keluarnya isi rumen mengotori daging.
C.
Cara pengulitan
Cara pengulitan yang dilakukan dengan kambing digantung dengan
kepala di bawah, kemudian di sayat pada bagian keempat kaki, dan dilanjutkan
dengan sayatan pada bagian dada sampai pada punggung. Pengulitan pada
kambing/domba dilakukan dengan cara :
- Kambing/domba digantung, kemudian perut ditoreh dan dibuka dengan ujung pisau yang tajam dan jangan sampai lapisan selaput tipis yang terletak di bawah kulit tidak sobek atau berlubang
- Dari leher hingga ujung leher dilukai dengan pisau, lalu kulit kepala dikelupas. Kemudian kepala dipotong putus agar terpisah dari badan kambing.
- Potong kulit ke arah tulang dada, lalu kulit ditarik ke arah tulang dada dan leher. Dengan sebilah pisau pisahkan tulang dada
- Dalam keadaan tergantung, kulit dikelupas dengan cara menekankan kepalan tangan antara kulit dan dada, setelah itu antara kulit dan perut
- Dari bahu bagian depan kulit ditarik ke bawah dan dari pertengahan tulang dada ke bawah dan menekankannya ke belakang dengan mempergunakan kepalan tangan maka seluruh kulit pun akan jatuh
D.
Cara eviserasi
Cara eviserasi yang dilakukan dengan membelah rongga perut dan
rongga dada dan mengambil semua isi rongga dada dan rongga perut. Eviserasi
dimulai dengan menyayat pada bagian pelana, yaitu bagian di atas lubang
pengeluaran sampai dada dengan hati-hati agar tidak memotong intestinum.
Pembedahan
isi perut dimulai dari poros usus dubur. Poros usus dekat dubur diikat dengan
tali yang kuat. Kemudian potong batang tenggorokan, lalu bagian sekat rongga
dada. Dengan demikian semua isi rongga perut dan dada kambing jatuh bersamaan.
Potongan organ bagian dalam ini selanjutnya dibersihkan di tempat lain.
Bersihkan rongga perut dari sisa-sisa pembuluh darahnya, kemudian karkas
digantung.
E.
Karkasing
proses pemotongan bagian-bagian tubuh dari kambing dilakukan
dengan memotong bagian shank depan sampai pada bagian bahu (foresaddle), memotong dada dan leher,
kemudian memotong loin dan daging pada punggung (hindsaddle). Potongan primal karkas dari kambing/domba terdiri dari
neck (leher), shoulder (bahu), shank depan, breast (dada), flank paha, rack
(rusuk) dan loin. deboning (pemisahan daging dan tulang) sebaiknya menggunakan
meja potong atau dapat pula dilakukan tetap dalam keadaan tergantung atau
ditempat teduh yang dialasi plastik bersih dan dipotong-potong sesuai dengan
yang diinginkan. Daging segera dipisahkan dengan jeroan atau organ-organ lain.
Jeroan dan organ-organ lain dipotong pada tempat yang terpisah dengan tempat
pemotongan daging dan segera dibungkus.
Sementara, penanganan kepala dan kaki dilakukan dengan dilakukan
pengerokan bulu pada bagian kepala dan kaki yang sebelumnya dilakukan
perendaman air panas kurang lebih 5 menit untuk mempermudah pengerokan.
Perendaman air panas tidak boleh terlalu lama karena akan menyebabkan kulit
yang melekat pada kepala dan kaki terkelupas. Setelah itu kepala dan kaki
langsung di ambil pedagang atau konsumen sesuai pesanan.
4.2.3
Pemotongan Ternak Besar
Praktikum pemotongan ternak besar dilakukan
pada tanggal 25 November 2015 di RPH PT. Kadila Lestari
Jaya.
Praktikum dilakukan dengan wawancara langsung dengan pengelola dan pengamatan
langsung mulai dari pengistirahatan
sampai pemotongan bagian-bagian karkas.
Ternak yang akan dipotong merupakan sapi
yang berasal dari peternakan Kadila Lestari Jaya sendiri, kegiatan pemotongan
di RPH melainkan ialah fasilitas yang diberikan PT. Kadila kepada para bandar
atau penjual daging untuk memotong sapinya di peternakan. Sebelum pemotong
biasanya dilakukan pemeriksaan antemortem. Tujuan dari pemeriksaan antemortem
adalah untuk mengetahui ada ternak yang cedera, sehingga ternak harus dipotong
sebelum ternak yang lain dan untuk mengetahui ternak-ternak yang sakit dan
harus dipotong secara terpisah dengan ternak yang sehat (Soeparno, 2005).
Pada praktikum pemotongan, sapi yang
dipotong adalah sapi jenis ACC (Australian
Commercial Cross) betina dengan berat hidup sekitar
300 kg. pada sapi
yang akan dipotong biasanya dilakukan pengistirahatan ternak dengan pemuasaan
ternak tanpa diberi pakan. Lama pengistirahatan bervariasi mulai dari 1 jam
sampai 8 jam. Maksud dari pemuasaan ternak sebelum dipotong adalah untuk
memeperoleh bobot tubuh kosong, yaitu bobot tubuh setelah dikurangi isi saluran
pencernaan, isi kandung kencing dan isi saluran empedu dan untuk mempermudah
proses pemotongan karena dengan dipuasakan ternak menjadi lebih tenang
(Soeparno, 1998).
Setelah pemuasaan, ternak digiring dari
kandang penampung, ternak disiram dengan air, air digunakan agar ternak bersih
dan mempermudah pengulitan. Setelah itu, ternak masuk dalam killing box, yang
berupa ruangan sempit segi empat panjang dengan salah satu sisinya bisa dibuka.
Setelah ternak masuk, kaki diikat, sisi killing box dibuka dan ternak jatuh
menghadap kiblat. Pemotongan dilakukan sesuai syariat Islam. Sapi dipotong
dengan menghadap kiblat, kepala berada di sebelah selatan dan ekor di sebelah
utara. Ternak disembelih dengan mengiris pada bagian kulit, vena jugularis,
arteri carotis oesophagus dan trakhea. Proses penyembelihan memakan waktu 3
menit. Proses penyembelihan tidak terlalu lama atau ternak harus cepat mati,
sehingga tidak terlalu lama tersiksa (Soeparno, 1998).
Setelah itu, kepala dipisah dan dilakukan
pengulitan gantung, proses pengulitan berjalan selama 3 menit, setelah
pengulitan, rongga perut dibuka, dikeluarkan jerohannya. Pengeluaran ini
memakan waktu 1 menit. Jerohan lalu dimasukkan dalam ruangan yang berbeda,
yaitu ruang jerohan hijau untuk saluran pencernaan dan ruang jerohan merah
untuk jantung, paru-paru, hati, limpa dan ginjal, dalam ruangan tersebut
organ-organ dibersihkan dan diperiksa secara postmortem, seperti adanya cacing
pada hati atau batu ginjal pada ginjal.
Pembelahan karkas memakan waktu 2 menit. Pembelahan
dilakukan secara konvensional, mulai dari tulang leher, karkas dibelah menjadi
dua, sebelah kiri dan kanan. Setelah itu karkas ditimbang secara sensoris,
beratnya mencapai sekitar 130 kg. Presentase karkas dari satu tubuh sapi
mencapai 40-50%. Karkas lalu masuk ke ruang lain untuk dipotong-potong sesuai
keinginan konsumen. Sebelum dipotong-potong, seharusnya karkas dilayukan dahulu
kurang lebih 8 jam, namun karena konsumen ingin mendapatkan segera karkasnya,
maka proses pelayuan tidak dilakukan. Pengangkutan biasanya diambil sendiri
oleh konsumen.
V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam laporan akhir
praktikum, dapat disimpulkan beberapa hal diantaranya sebagai berikut:
1.
Teknik
pemotongan ternak dibagi menjadi dua bagian, yaitu pemotongan secara langsung (halal method) dan tidak langsung (western method). Pemotongan secara
langsung, dilaksanakan apabila ternak telah dinyatakan sehat, kemudian
disembelih pada bagian leher dengan memotong arteria carotis, vena jugularis,
oesophagus dan tenggorokan. Pemotongan ternak secara tidak langsung, artinya
ternak dipotong setelah dilakukan pemingsanan dan setelah ternak benar-benar
pingsan.
2.
Adapun syarat yang harus dipenuhi dalam penyembelihan ternak adalah ternak harus sehat.
Ternak tidak dalam keadaan lelah, ternak tidak produktif lagi atau tidak dipergunakan
sebagai bibit dan ternak yang dipotong dalam keadaan darurat. Ternak harus
diistirahatkan 12 sampai 24 jam sebelum dilakukan pemotongan agar pada saat
disembelih darah dapat keluar sebanyak mungkin dan cukup tersedia energi
sehingga proses kekakuan otot (rigormortis) berlangsung secara sempurna.
3.
Secara
umum, mekanisme urutan pemotongan ternak besar di Indonesia dibagi menjadi dua
bagian yaitu proses penyembelihan dan proses penyiapan karkas, ternak yang
sudah dinyatakan sehat oleh dokter hewan atau petugas yang berwenang serta
sudah diistirahatkan dibawa keruang pemotongan dan disiram dengan air dingin.
5.2.
Saran
Masih
banyaknya kesalahan berupa darah yang keluar tidak sempurna, patahnya tulang
dan ketidakrapihan saat pemotongan menjadikan hasil kegiatan praktikum memiliki
nilai karkas yang rendah. Sehingga
penyususn menyimpulkan bahwa ada masih perlu adanya beberapa saran yang diharapkan dari
kegiatan praktikum berikutnya. Selain itu, masih terbatasnya bahan dan
waktu praktikum diharapkan mahasiswa mengerti dan memahami penanganan ternak
seharusnya , sehingga kesalahan yang tidak diharapkan dapat dikurangi dengan cara
diperlihatkan video atau materi sebelum praktikum dilaksanakan
DAFTAR PUSTAKA
Dewan
Standardisasi Nasional (DSN). 1995. SNI 01-3924-1995. Karkas Ayam Pedaging. Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta
Kartasudjana,
Ruhyat dan Edjeng Suprijatna. 2010. Manajemen
Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta
Siregar, A. P., M Sabrani, dan S. Pramu. 1982. Teknik
Beternak Ayam Pedaging di Indonesia. Penerbit Margie Group, Jakarta.
Soeparno. 2005. Ilmu
dan Teknologi Daging. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Suhardjo dan
Kusharto CM. 1992. Prinsip – prinsip Ilmu Gizi. Yogyakarta: Kanisius.
Muchtadi, T. R. dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
PAU Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.
Safrudin, dan Ruki. 2012. Laporan Pendaat Kewajaran
atas Rencana Pembelia Aset Tetap dari PT SHS internasional (Afiliasi Perseroan).
Charoen Pokhpand Indonesia.
Winarno, F.G. 1993. Pangan,
Gizi, Teknologi dan Konsumen. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
0 comments:
Posting Komentar