F Konservasi Anoa Sebagai Plasma Nutfah Kerbau Asli Indonesia - galihghungs blog

Konservasi Anoa Sebagai Plasma Nutfah Kerbau Asli Indonesia



UNDANG-UNDANG DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN

Konservasi Anoa Sebagai Plasma Nutfah Kerbau Asli Indonesia Dalam Mempertahankan Potensi dan Keragamannya

Diajukan sebagai salah satu tugas dalam mata kuliah undang-undang dan kebijakan pembangunan peternakan

A.      Pengertian Konservasi
Konservasi adalah upaya pelestarian lingkungan, tetapi tetap memperhatikan, manfaat yang dapat di peroleh pada saat itu dengan tetap mempertahankan keberadaan setiap komponen lingkungan untuk pemanfaatan masa depan. Namun menurut Adishakti (2007) istilah konservasi yang biasa digunakan para arsitek mengacu pada Piagam dari International Council of Monuments and Site (ICOMOS) tahun 1981, yaitu Charter for the Conservation of Places of Cultural Significance, Burra, Australia, yang lebih dikenal dengan Burra Charter. Disini dinyatakan bahwa konsep konservasi adalah semua kegiatan pelestarian sesuai dengan kesepakatan yang telah dirumuskan dalam piagam tersebut. Konservasi adalah konsep proses pengelolaan suatu tempat atau ruang atau obyek agar makna kultural yang terkandung di dalamnya terpelihara dengan baik. Kegiatan konservasi meliputi seluruh kegiatan pemeliharaan sesuai dengan kondisi dan situasi lokal maupun upaya pengembangan untuk pemanfaatan lebih lanjut.
Suatu program konservasi sedapat mungkin tidak hanya dipertahankan keasliannya dan perawatannya namun tidak mendatangkan nilai ekonomi atau manfaat lain bagi pemilik atau masyarakat luas. Dalam hal ini peran pemerintah dalam konservasi anoa sangat dibutuhkan, karena kegiatan yang dilakukan dalam melakukan konservasi membutuhkan upaya lintas sektoral, multi dimensi dan disiplin, serta berkelanjutan.

B.       Latar Belakang Anoa
Anoa, sejenis sapi kerdil yang hidup di hutan tropis Sulawesi. Anoa memiliki nama yang berbeda sesuai dengan etnis yang ada. Di Minahasa dan sekitarnya anoa disebut Buulu Tutu, Bandogo Tutu dan di Gorontalo disebut Sapi Utan, Dangko atau Langkau. Di bagian tengah Sulawesi Suku Kaili menyebutnya Nuua dan di Dampelas disebut Baulu. Etnis Kulawi di dataran tinggi Sulawesi Tengah menamainya Lupu, di Buol Toli-Toli anoa dinamai Bukuya. Di bagian tenggara Sulawesi, dalam bahasa daerah Tolaki, anoa dikenal dengan nama Kadue. Di daerah Malili termasuk sekitar Danau Matano penduduk menyebut anoa dengan nama Anuang. Dalam bahasa Indonesia, satwa ini dikenal dengan nama anoa, namun ada juga yang menyebutnya sapi hutan atau sapi cebol (Mustari, 2003).

C.      Morfologi Anoa
Anoa adalah hewan berkuku genap, bentuk kepala menyerupai kepala sapi, tanduk mengarah ke belakang. Tinggi badan berkisar 69 cm sampai 106 cm. Saat ini, ada dua jenis anoa (Bubalus spp.) yang kita kenal, yakni Anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis) dan Anoa gunung (Bubalus quarlesi). Anoa dataran rendah memiliki warna putih di bagian metacarpal, panjang ekor mencapai lutut, rambut lebih jarang pada individu dewasa, potongan melintang pangkal tanduk ‘triangular atau bersegi tiga’ dan terdapat ‘wrinkled’ atau berupa spiral pada bagian dasar sampai pertengahan panjang tanduk, panjang tanduk 27,1-37,3 cm pada anoa jantan dan 183-260 mm pada anoa betina; panjang tengkorak 29,8-32,2 cm pada jantan dan 290-300 mm pada betina.
Anoa gunung memiliki warna tungkai sama dengan warna badan, ekor pendek, tidak mencapai lutut, potongan melingkar pangkal ekor bulat, tidak ada ‘wrinkled’ atau garis-garis cincin pada setengah panjang tanduk, panjang tanduk berkisar 14,6-19,9 cm, dan panjang tengkorak 24,4-29 cm. Anoa gunung memiliki rambut warna coklat cerah, terdapat bercak putih kecil di bagian atas kuku, rambut panjang, lembut dan menyerupai wool, ekor pendek, sekitar 18 cm, jarang mencapai lebih dari setengah panjang pangkal ekor ke lutut belakang, bagian dalam telinga berwarna coklat tua. Tinggi bahu 63 cm, dan panjang tanduk 15-25 cm.


D.      Habitat, Penyebaran dan Pergerakan
Anoa (Bubalus spp.) merupakan penghuni hutan yang hidupnya berpindah-pindah tempat dan apabila menjumpai musuhnya anoa akan mempertahankan diri dengan mencebur ke rawa-rawa dan apabila terpaksa akan melawan dengan menggunakan tanduknya. Habitatnya di hutan tropika dataran, savanna, kadang-kadang dijumpai di rawa-rawa. Anoa memiliki kebiasaan berkubang atau berendam digenangan air di hutan pantai yang berbatasan langsung dengan hutan bakau pada siang hari yang terik.
Satwa ini juga termasuk perenang dan pendaki gunung yang ulet, mereka sering dijumpai berenag dipantai. Kebiasaan anoa yang lain yaitu mengasah atau meruncingkan tanduknya pada pohon-pohon tertentu, menggaruk tanah di sekitar tempat pembuangan kotorannya disepanjang lintasannya di dalam hutan. Satwa tersebut aktif baik pada siang hari maupun pada malam hari. Tambahan lagi makhluk ini termasuk satwa liar yang sangat peka, gangguan sedikit saja menyebabkan satwa ini menjauh.
Menurut Amir (2008), dalam catatan penelitian (progress report) STORMA, pergerakan Anoa (Bubalus spp) berlangsung secara berkelompok maupun sendiri, dan bergerak dari tempat yang rendah menuju tempat yang lebih tinggi dan begitupun sebaliknya. pergerakan ini dilakukan untuk mencari makan ataupun minum dan melakukan istirahat. Pergerakan ini umumnya bergerak dengan radius sampai 3,5 km atau lebih. Sedangkan menurut Tikupadang dan Misto (1994), luas daerah jelajah Anoa yang diteliti di Cagar Alam Faruhumpenai Mangkutana seluas 5.000 hektar.

E.       Pakan
Di alam bebas Anoa liar memakan “aquatic feed” antara lain berupa pakis, rumput, tunas pohon, buah-buahan yang jatuh, dan jenis umbi-umbian. Berdasarkan pengamatan Pujaningsih, et al., (2005) dan beberapa peneliti dilaporkan bahwa Anoa dataran rendah kadang-kadang juga minum air laut yang diduga untuk memenuhi kebutuhan mineral mereka. Di dataran tinggi, Anoa menjilat garam alami dalam rangka pemenuhan kebutuhan mineralnya. (Malik et al., 2004; Pujaningsih, 2005).

F.       Reproduksi Anoa
Kemampuan bereproduksi terjadi pada umur 2 tahun hingga 3 tahun. Masa bunting dari 276 hari sampai 315 hari, bayi anoa yang dilahirkan hanya satu ekor. Anoa bisa bertahan hidup sekitar 20 tahun hingga 25 tahun. Saat dilahirkan, bayi anoa bulunya berwarna cokelat keemasan atau kekuningan dan sangat tebal. Warnanya perlahan akan berubah menjadi lebih gelap seiring dengan perkembangannya (Mustari, 2003).

G.      Populasi Anoa
Sedikit data yang bisa didapatkan mengenai jumlah populasi pasti dari Anoa Pegunungan. Saat ini diperkirakan jumlah populasi dari seluruh Anoa Pegunungan sekitar 3000 hingga 5000 ekor. Populasinya menurun dari tahun 1900, hal ini diakibatkan oleh berkurangnya habitat, perburuan dan penembakan illegal. Diperkirakan kurang dari 2.500 ekor individu dewasa. Populasi dari anoa sudah sangat mengkhawatirkan, karena subpopulasinya yang berada pada area hutan lindung seperti Taman Nasional Lore Lindu juga mengalami penurunan jumlah populasi yang diakibatkan oleh tingginya perburuan. Ada tiga area dimana jumlah populasi anoa menurun drastis, yaitu di Gorontalo, Buol, dan kabupaten Tolitoli.

H.      Status Perlindungan
Anoa merupakan salah satu satwa liar langka yang dilindungi oleh negara beradasarkan UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan PP Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Selain itu satwa anoa masuk ke dalam daftar CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna) yaitu appendix 1 merupakan satwa yang hampir punah.
Anoa pegunungan biasanya diburu untuk diambil kulit, daging dan tanduknya. Selain itu pembukaan hutan untuk dijadikan lahan pertanian dan pertambangan emas juga semakin mengancam habitat Anoa Pegunungan, karena ia kehilangan habitatnya dan sumber makanannya, serta ia tidak dapat menyesuaikan diri dengan keberadaan manusia.

I.         Tantangan Dan Upaya Pelestarian
Anoa sebagai satwa endemik yang tergolong langka dan dikhawatirkan akan punah mempunyai nilai tinggi dari aspek konservasi, baik konservasi jenis maupun konservasi habitatnya. Dalam kondisi sekarang habitat anoa sudah terdesak oleh berbagai kebutuhan lahan seiring dengan pembangunan dan perkembangan wilayah, seperti perkembangan desa dikawasan hutan dan kawasan konservasi bukan saja berdampak pada semakin terbatasnya sebaran dan pergerakan satwa liar terhadap aktivitas perburuan. Dalam rangka penyelematan anoa endemik Pulau Sulawesi, saat ini sekurang-kurangnya telah dibentuk 23 kawasan  konservasi yang terdiri atas  7 kawasan di Sulawesi Utara, 6 kawasan di Sulawesi Tengah, 2 kawasan di Sulawesi Selatan dan 8 di kawasan Sulawesi Tenggara (Manansang, dkk. (1996).
Guna memaksimumkan peran kawasan konservasi sebagai kawasan pelestarian keanekaragaman sumberdaya hayati, maka kawasan tersebut perlu dilengkapi dengan fasilitas yang memadai, misalnya lokasi pengintaian dan peralatannya, peralataan pendugaan populasi, senjata bius untuk pengambilan  sample atau sejenisnya (keperluan analisis laboratorium), peralatan untuk kemungkinan dilukakannya penangkaran pada area tertentu di dalam  kawasan konservasi.  Selain itu perlu penyiapan sumber daya manusia professional untuk mengelolah kawasan perlindungan anoa, termasuk melakukan pembinaan kepada masyarakat  agar peduli dan memilki rasa tanggung jawab penuh dalam mempertahankankeanekaragaman sumber daya hayati anoa.


Langkah-langkah penyelamatan anoa yang masih hidup  di dalam habitatnya  :
1.        Potensi anoa liar dengan jalan menerapkan secara tegas semua perangkat hukum yang berkaitan dengan penangkapan anoa (hidup atau mati) atau pengambilan hasil hutan didalam kawasan konservasi.  Penerapan hokum ini harus diberlakukan secara umum, tanpa memperhatikan latar belakang atau predikat pelaku, termasuk aparat penegak hukum dan petugas pada kawasan lindung itu sendiri.
2.        Penentuan habitat-habitat yang disenangi disetiap kawasan, termasuk juga menganalisis jenis-jenis tumbuhan yang disukai anoa. Informasi ini dapat diajadikan dasar dalam rangka manajemen anoa di penangkaran, atau dalam upaya untuk memulihkan kembali habitat anoa yang mengalami kerusakan.
3.        Pengamatan tingkah laku makan dan reproduksi. Pengamatan ini sedapat mungkin didokumentasikan baik berupa foto maupun rekaman video. Data tingkah laku tersebut akan dimanfaatkan untuk mempelajari teknologi budidaya anoa secara kemersial.
4.        Koleksi dan analisa sampel darah, rambut atau bagian tumbuh anoa lain untuk keperluan analisis genetik dan biologisnya. Jika memungkinkan dilakukan pengamatan pertumbuhan anoa yang hidup liar.
5.        Penyitaan terhadap anoa atau bagian tubuh lainnya yang dimiliki oleh pemburu liar atau masyarakat lainnya.
6.        Pembinaan kepada masyarakat, terutama yang bermukim disekitar daerah kawasan konservasi untuk bersama-sama berpartisipasi mengelola dan mempertahankan keanekaragaman sumberdaya hayati kita, terutama anoa yang statusnya sangat rawan terhadap ancaman kepunahan.

DAFTAR PUSTAKA
Adishkti. 2007. Konservasi dan Pelestarian Lingkungan. [Online]. writing-and-speaking/presenting/2061466-pengertian-konservasi. Tersedia di:  http://id.shvoong.com/ (diakses 23 November 2014, jam 22:00 WIB)
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990. 1990. Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Departemen Kehutanan RI, Jakarta.
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999. 1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Departemen Kehutanan RI. Jakarta.
Mustari A. 2009. Mengenal Anoa, Sapi Cebol dari Sulawesi. Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan, Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.
Ismail D. 2009. Anoa depressicornis (Anoa Dataran Rendah). http://home.sma-saraswati1.sch.id/. (diakses 23 November 2014, jam 22:00 WIB)

CONVERSATION

0 comments:

Posting Komentar