STUDI KASUS PERMASALAHAN SOSIAL
UJIAN “MASALAH” NASIONAL
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem
pendidikan Indonesia yang masih kurang memenuhi standar sehingga diperlukan
suatu peningkatan mutu kualitas yang sama sebagai indikator keberhasilan
pendidikan di suatu daerah. Adanya ujian nasional (UN) setiap satu tahun sekali
di semua lapisan pendidikan baik itu SD, SMP, dan SMA dimaksudkan untuk
mengetahui tingkat keberhasilan mutu pendidikan yang ditempuh selama selang
waktu tertentu. Namun pada kenyataannya adanya ujian nasional menjadi suatu
ketakutan sendiri bagi siswa tersebut, sehingga terjadi kecurangan-kecurangan
seperti contekan, bocornya ujian nasional, dan lain sebagainya.
Kisruhnya ujian nasional di Indonesia dapat dikatakan sudah menjadi
suatu permasalahan sosial yang terjadi dalam bidang pendidikan Indonesia,
dampaknya sendiri bukan hanya terjadi terhadap para siswa namun telah berdampak
terhadap masyarakat, pemerintah sehingga bukan lagi menjadi permasalahan dalam
lingkup bidang pendidikan saja tetapi dapat dikatakan menjadi suatu
permasalahan sosial yang perlu dikaji dan dilakukan suatu pengentasan dimana pengklasifikasian persoalan
sebagai masalah sosial, harus digunakan penilaian sebagai pengukurannya.
Dalam mengatasi ketimpangan yang ada sebagai akibat perubahan-perubahan mekanisme yang
terus menerus merupakan hal penting.Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi ketimpangan
mengenai ujian nasional adalah dengan mengadakan suatu perencanaan sosial
(social planning).
Untuk mengadakan
perencanaan sosial yang baik, terlebih dahulu harus ditelaah masalah-masalah
sosial yang ada dan dihadapi dalam ujian nasional ini sampai seberapa jauh sosiologi mempunyai
peranan dalam hal itu.
1.2 Identifikasi Masalah
1. Apa
penyebab terjadinya masalah sosial yang berkaitan dengan ujian nasional?
2. Bagaimana
solusi untuk menanggulangi masalah ujian nasional ditinjau dari aspek
sosiologi?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Masalah Sosial
Sosiologi terutama menelaah gejala-gejala yang wajar dalam masyarakat
seperti norma-norma, Kelompok sosial, lapisan masyarakat, lembaga-lembaga
sosial, proses soisal, perubahan sosia dan kebudayaan, serta perwujudannya
Tetapi
tidak semua gejala tersebut berlangsung secara normal sebagaimana dikehendaki
masyarakat.Gejala-gejla yang tidak dikehendaki tersebut merupakan gejala
abnormal atau gejala-gejala patologis.Gejala abnormal tersebut dinamakan
masalah-masalah sosial.
Sosiologi berusaha untuk memahami kekuatan-kekuatan dasar yang berada di
belakang tata kelakuak sosial.Dimana sosiologi menyangkut ukuran-ukuran
masyarakat menngenai apa yang dianggap baik dan buruk.teori sosiologi yang
hanya dalam batas tertentu menyangkut nilai-nilai sosial dan moral, yang
terpokok adalah aspek ilmiahnya
Hanya dalam hal ini sosiolgi bertujuan untuk menemukan sebab-sebab
terjadinya masalah sosiologi tidak terlalu menakankan pada pemecahan atau jalan
keluar dari masalahpmasalah sosial tersebut.Namun sosiologi dpat pula ikut
serta membantu mencari jalan ke luar yang mungkin dianggap efektif.
Artinya
problema tadi memang sewajarnya timbula apabila tidak diinginkan adanya
hambatan-hambatan terhadap penemuan-penenuan baru atau gagasan baru.
Pemecahan Masalah Sosial
Ada
metode-metode yang bersifat preventif dan represif, yaitu :
Metode yang preventif jelas lebih sulit dilaksanakan karena harus
didasarkan pada penelitian yang mendalam terhadap sebab-sebab terjadinya
masalah sosial.
Metode represif lebih banyak digunakan, artinya setelah suatu gejala
dapat dipastikan sebagai masalah sosial, baru diambil tindakan-tindakan untuk
mengatasinya.didalam mengatasi masalah sosial, tiidaklah semata-mata melihat
aspek sosial, tetapi juga aspek-aspek lainnya.
Perencanaan Sosial
Menurut sosiologi, suatu perencanaan sosial harus didasarkan pada
pengertian yang mendalam tentang bagaimana kebudayaan berkembang dari taraf
yang rendah ke taraf yang modern dan kompleks.
Pada tahap perencanaan sosial perlu diadakan identifikasi terhadap
berbagai kebutuhan masyarakat, pusat perhatiaannya, stratifikasi sosial, pusat
kekuasaan, maupun saluran komunikasi.Pada tahap penerapan atau pelaksanaannya
perlu diadakan penyorotan terhadap kekuatan sosial dalam masyarakat serta perlu
diadakannya pengamatan terhadap perubahan sosial yang terjadi.
Penelitian
sosiologis merupakan suatu kegiatan ilmiah yang dilandaskan pada analisis dan
konstrksi yang dilakukan secara mmetodologis, sistematis,dan konsisten.
Kasus yang dikaji
VIVAlog - Dasar dari kebijakan evaluasi
pendidikan adalah Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 21 dikatakan
bahwa : "Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan
penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap
jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban
penyelenggaraan pendidikan".
Diperkuat lagi oleh Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 pasal 1 ayat
18 dengan bunyi yang sama. Fungsi Evaluasi menurut Undang-undang 20 Tahun 2003
Pasal 57 ayat 1 dan 2 adalah : "Evaluasi dilakukan dalam rangka
pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas
penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan".
TEMPO.CO, Kupang -
Ratusan siswa di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), menggunakan naskah fotokopi
pada ujian nasional (UN) hari pertama, Senin, 22 April 2013, tingkat SMP.
Sebab, distribusi soal bahasa Indonesia di sejumlah sekolah di Kupang yang tidak merata.
Seperti yang terjadi di SMPN 1
Kupang Tengah, Kabupaten Kupang. Ratusan siswa harus menggunakan naskah UN
fotokopi karena ketiadaan soal.
Kepala SMPN 1 Kupang Tengah, Wilhelmus Geri, mengatakan, di sekolah itu terdapat 243 siswa peserta ujian nasional yang harus menggunakan naskah soal dan lembar jawaban fotokopi karena naskah soal UN yang asli tidak ada. "Kami terpaksa mengopi naskah soal UN karena ketiadaan soal bahasa Indonesia," katanya.
Kepala SMPN 1 Kupang Tengah, Wilhelmus Geri, mengatakan, di sekolah itu terdapat 243 siswa peserta ujian nasional yang harus menggunakan naskah soal dan lembar jawaban fotokopi karena naskah soal UN yang asli tidak ada. "Kami terpaksa mengopi naskah soal UN karena ketiadaan soal bahasa Indonesia," katanya.
CIHAMPELAS
(GM) - Ribuan siswa SMP/SMA/SMK dari gugus
selatan Kabupaten Bandung Barat (KBB) menggelar doa bersama (istigasah) di
kampus SMA Darul Falah, Kec. Cihampelas, Jumat (29/3). Istigasah tersebut
dihadiri Bupati H. Abubakar, Camat Cihampelas Apung Purwanto, Pimpinan Pondok
Pesantren Darul Falah K.H. Asep Burhanudin, sejumlah ulama, dan para orangtua
siswa.
Menurut koordinator kegiatan, H. Agus H.D. Idris, tujuan diselenggarakannya acara ini adalah memantapkan hati sebelum menempuh Ujian Nasional (UN) tahun ajaran 2012/2013 pada 22 April mendatang.
Menurut koordinator kegiatan, H. Agus H.D. Idris, tujuan diselenggarakannya acara ini adalah memantapkan hati sebelum menempuh Ujian Nasional (UN) tahun ajaran 2012/2013 pada 22 April mendatang.
Sementara Tatang, orangtua salah
seorang siswa menyatakan, tingginya standar kelulusan UN membuat orangtua
khawatir anak mereka tidak lulus. "Makanya saya ikut dalam doa bersama ini
agar anak saya bisa diberi ketenangan dan kemudahan dalam menjawab soal-soal
UN," katanya.
Indonews.com
- Tiga siswa SMAN 70 tertangkap tangan pengawas ujian, membawa contekan pada
hari ketiga penyelenggaraan Ujian Nasional (UN). Akibatnya, dua orang tua siswa
tersebut dipanggil pihak sekolah, Kamis (18/04).
Saat dikonfirmasi Kepala SMAN 70, Saksono Liliek Susanto membenarkan kejadian tersebut. Tiga orang anak didiknya diakui kedapatan membawa kertas contekan dalam UN mata pelajaran Matematika kemarin.
"Iya memang ada tiga peserta ujian yang tertangkap pengawas membawa kertas berisi susunan abjad. Namun kertas contekan itu belum sempat digunakan, karena sudah lebih dulu ketahuan," katanya di SMAN 70, Kamis (18/04/2013).
Saat dikonfirmasi Kepala SMAN 70, Saksono Liliek Susanto membenarkan kejadian tersebut. Tiga orang anak didiknya diakui kedapatan membawa kertas contekan dalam UN mata pelajaran Matematika kemarin.
"Iya memang ada tiga peserta ujian yang tertangkap pengawas membawa kertas berisi susunan abjad. Namun kertas contekan itu belum sempat digunakan, karena sudah lebih dulu ketahuan," katanya di SMAN 70, Kamis (18/04/2013).
VIVAnews – Kamis 18 April 2013, Kacaunya penyelenggaraan Ujian Nasional (UN) di sejumlah daerah, tak
berimbas pada sejumlah sekolah di Kota Depok. Usai melaksanakan UN, mereka
merayakannya dengan melakukan aksi corat-coret baju seragam.
Aksi corat-coret seragam yang seakan-akan
sudah membudaya ini terlihat di beberapa titik kawasan Depok. Antara lain, di
Jalan Merapi Sukmajaya, Jalan Arif Rahman Hakim dan Jalan Siliwangi.
Ironisnya, sejumlah siswi bahkan tak
merasa risih ketika beberapa teman prianya membubuhkan tanda tangan dibagian
vital tubuhnya.
Mereka melakukan aksi corat-coret baju
seragam sekolah padahal belum ada pengumuman kelulusan.Aksi corat-coret baju
seragam ini dilakukan setelah UN selesai selama 3 hari. Luapan kegembiraan
terlihat saat siswa keluar dari dalam kelas. Dengan bersorak sorai kegembiraan,
para siswa menuangkannya di dalam bentuk corat-coret seragam sekolah.
BAB III
PEMBAHASAN
Dasar dari kebijakan
evaluasi pendidikan adalah Undang-undang No 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 21
dikatakan bahwa : “Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian,
penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan
pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk
pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.” Diperkuat lagi oleh Peraturan
Pemerintah No 19 tahun 2005 pasal 1 ayat 18 dengan bunyi yang sama.
Fungsi Evaluasi menurut
Undang-undang 20 Tahun 2003 Pasal 57 ayat 1 dan 2 adalah : “Evaluasi dilakukan
dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk
akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.”
“Evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan
pada jalur formal dan nonformal untuk semua jenjang, satuan, dan jenis pendidikan”.
Meninjau Masalah Ujian Nasional dari dikeluarkannya
Undang-undang Ujian Nasional intinya adalah sebagaimana tujuan dari evaluasi
itu sendiri, yaitu: menilai pencapaian kompetensi lulusan secara
nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan dan teknologi. Tujuan lainnya adalah sebagai cara untuk:
a) pemetaan mutu satuan dan/atau program pendidikan;
b) seleksi masuk jenjang pendidikan
berikutnya;
c) penentuan kelulusan peserta didik dari
program dan/atau satuan pendidikan;
d) pembinaan dan pemberian bantuan kepada
satuan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.
Penentuan UN sebagai media untuk menentukan kelulusan
peserta didik dari program atau satuan pendidikan. Maka akan menjadi sangat
ironis kalau UN dipakai sebagai bentuk pertanggungjawaban penyenggaraan
pendidikan, karena pendidikan merupakan satu kesatuan terpadu antara kognitif,
afektif, dan psikomotor. Selain itu pendidikan juga bertujuan untuk membentuk
manusia yang berakhlak mulia, berbudi luhur, mandiri, cerdas, dan kreative yang
semuanya itu tidak dapat dilihat hanya dengan penyelenggaraan UN. Dengan kata
lain, UN belum memenuhi syarat untuk dipakai sebagai bentuk pertanggungjawaban
penyelenggaraan pendidikan kepada masyarakat.
Menyontek (cheating)
bukanlah hal yang baru dalam dunia pendidikan. Biasanya dilakukan oleh seorang
atau sekelompok siswa/mahasiswa pada saat menghadapi ujian (test),
misalnya dengan cara melihat catatan kecil, melihat pekerjaan orang lain atau
yang sekarang lagi trend lewat sms. Biasa juga dilakukan saat mengerjakan
tugas, misalnya: Pekerjaan Rumah, Makalah bahkan Skripsi dengan cara menjiplak
karya orang lain tanpa mencantumkan sumbernya (plagiat). Meskipun tidak
ditunjang dengan bukti empiris, banyak orang menduka bahwa maraknya korupsi di
Indonesia sekarang ini memiliki korelasi dengan kebiasaan menyontek yang
dilakukan oleh pelakunya ketika mereka masih mengikuti
pendidikan.
Sebenarnya—secara
formal—setiap sekolah atau institusi pendidikan lainnya pasti memiliki
aturan/tata tertib yang melarang para peserta didiknya untuk melakukan tindakan
menyontek. Namun, kadang kala dalam prakteknya sangat sulit untuk menegakkan
aturan/tata tertib yang satu ini. Pemberian sanksi atas tindakan menyontek yang
tidak tegas dan konsisten merupakan salah faktor maraknya perilaku menyontek.
Lebih ironisnya lagi justru tindakan menyontek (plagiasi) ini dilakukan secara terencana, terorganisir dan
konspiratif antara peserta didik dengan guru, tenaga pendidikan atau
pihak-pihak lain yang berkepentingan dengan pendidikan, seperti yang terjadi
pada saat Ujian Nasional.
Sudah jelas, hal ini adalah
tindakan amoral yang luar biasa, karena justru dilakukan oleh orang-orang yang
berlabelkan “Pendidikan”. Mereka secara tidak langsung telah mengajarkan
kebohongan kepada peserta didiknya, dan telah mengingkari hakikat dari
pendidikan itu sendiri.
Sekolah-sekolah yang
permisif (memberikan kesempatan) terhadap perilaku menyontek dengan berbagai
bentuknya, sudah semestinya ditandai sebagai sekolah berbahaya, karena dari
sekolah-sekolah semacam inilah kelak akan lahir generasi masa depan pembohong
dan penipu yang akan merugikan banyak orang. Secara psikologis, mereka yang
melakukan tindakan menyontek pada umumnya memiliki kelemahan dalam perkembangan
moralnya, mereka belum memahami dan menyadari mana yang baik dan mana yang
buruk dalam berperilaku. Selain itu, perilaku menyontek bisa jadi disebabkan
pula oleh kurangnya harga diri dan rasa percaya diri (ego weakness).
Padahal kedua aspek psikologi inilah yang justru lebih penting dan harus
dikembangkan melalui pendidikan untuk kepentingan keberhasilan masa depan
peserta didiknya. Akhirnya, apapun alasannya, perilaku menyontek khususnya yang
sering dilakukan pada saat UTS, UAS, UAN harus dihentikan.
Dijadikannya UN sebagai penentu kelulusan merupakan hal yang kurang sesuai karena tidak signifikan bila hasil belajar dan proses pembelajaran selama 3 tahun hanya ditentukan
dalam waktu 3 hari dan selembar
kertas saja. Maka dari itu yang lebih tepat
mengadakan evaluasi adalah pendidik itu sendiri untuk menentukan kelulusan
belajar peserta didik, karena yang mengenal peserta didik apakah ia berhasil
atau tidak adalah guru atau pendidik. Belum lagi ditambah permasalahan mental
anak didik yang ketika pelaksanaan UN menjadi droop sehingga peserta didik
tidak dapat mengikuti UN dengan baik dan biasanya malah tidak lulus yang
akhirnya mereka mengalami stress.Namun permaslahan yang ada adalah kurangnya pengawasan dan operasional
sehingga terkadang penilaian yang dilakukan bisa menjadi sebuah penilaian
subjektif.
Disamping itu juga
keberhasilan pembelajaran juga dilihat dari 2 segi yaitu segi produk dan segi
proses. Segi produk yaitu kemampuan mengaplikasikan pengetahuan ke dalam dunia
nyata dan moralitas yang terbentuk, sedangkan segi proses adalah kemampuan dalam melakukan proses pembelajaran
baik dalam segi pengambilan
keputusan maupun yang lainnya. Dan hal itu tidak
bisa dinilai atau dievaluasi hanya dengan menyuguhkan soal-soal obyektif.
UN secara prinsip sudah
menyalahi peraturan otoda yang ditetapkan pemerintah. Dimana perbedaan daerah-daerah antara satu dengan yang lain, dilihat dari kondisi kulturnya, geografisnya berbeda,
ada daerah yang mudah mencari informasi dan ada juga yang kesulitan mencari
informasi karena kondisi geografisnya yang tidak memungkinkan. Maka UN juga
harus memperhatikan kondisi tersebut, namun karena UN berfungsi sebagai standarisasi
maka keadaan tersebut dipandang sebelah mata.
Problematika lainnya
adalah mengenai pengawasan yang dan pelaksanakan secara serempak di seluruh
sekolah di Indonesia, maka langkah-langkah pengawasan yang lebih baik perlu
ditempuh, yang tidak dan juga pengamanan soal dan yang lainnya. Namun yang menjadi masalah
sekarang ini adalah kebanyakan yang terjadi karena pihak sekolah ingin
mendapatkan prestasi dan nilai yaitu peserta didiknya lulus semua, maka pihak
sekolah sering melobi pengawas UN untuk memberi kemudahan bagi para siswa dalam
menempuh ujian, dan hal itu menjadikan sangat tidak obyektif.
BAB IV
4.1 Kesimpulan
Masih banyaknya permasalahan yang dihadapi dalam penyelenggaraan Ujian
Nasional (UN) ini sehingga aspek yang diharapkan guna mendapatkan suatu mutu
dan kualitas pendidikan yang setaraf masih menjadi suatu problema.
Penyimpangan yang dilakukan demi tercapainya kelulusan bukan hanya
dilakukan oleh siswa namun dilakukan pula oleh lembaga / institusi pendidikan
yang melakukan tindakan amoral yang seharusnya bisa menjadi suatu lembaga
pendidik dan pembentuk moral bangsa.
4.2 Saran
Perencanaan sosial yang harus dilakukan ialah memberikan suatu metoda
pada daerah masing-masing dan membuat suatu standarisasi kelulusan yang dapat
dicapai dengan dukungan fasilitas dan akses untuk mendapatkan mutu pendidikan
itu sendiri.
Pembentukan moral bangsa yang
bukan hanya ditekankan pada siswa namun juga pengajar, serta lembaga/institusi
pendidikan lainnya guna menciptakan lingkungan akademik yang bersih, cerdas,
dan bermoral.
DAFTAR PUSTAKA
http://log.viva.co.id/Tinjauan
Masalah Ujian Nasional di Indonesia.html (diakses
http://metro.news.viva.co.id/news/read/406276-corat-coret-seragam--cara-siswa-depok-merayakan-usai-un
(diakses pada tanggal 21 April 2013 pukul 12.30 WIB)
http://metro.sindonews.com/read/2013/04/18/31/739504/tiga-siswa-sman-70-tertangkap-bawa-contekan-un
(diakses pada tanggal 21 April 2013 pukul 12.25 WIB)
http://www.klik-galamedia.com/ribuansiswaitigasah
(diakses pada tanggal 21 April 2013 pukul 12.33 WIB)
http://www.tempo.co/Tak
Ada Soal, Siswa Gunakan Soal Fotokopi _ nasional _ Tempo.co.html (diakses pada
tanggal 21 April 2013 pukul 12.38 WIB)
pada tanggal 21
April 2013 pukul 12.38 WIB)
0 comments:
Posting Komentar