F Trah Kambing Perah di Amerika Serikat - galihghungs blog

Trah Kambing Perah di Amerika Serikat

Trah Kambing Perah di Amerika Serikat

Berikut ini trah kambing perah yang biasa diternakkan di Amerika Serikat. Trah kambing ini merupakan trah yang terdaftar di Himpunan Peternak Kambing Perah Amerika Serikat (American Dairy Goat Association).
1. Kambing Alpen
Warna kambing Alpen meliputi hampir semua warna, kecuali putih polos dan coklat muda dengan bercak putih, yang menjadi ciri khas kambing Toggenburg. Trah kambing Alpen berasal dari Pegunungan Alpen Perancis dan pertama kali diimpor ke Amerika Serikat pada tahun 1920. Garis wajah kambing Alpen lurus dan telinganya tegak.
Kambing Alpen merupakan trah kambing berukuran sedang, dan tinggi kambing Alpen betina 76 cm dan bobotnya sekitar 61 kg. Kambing Alpen banyak dijadikan kambing perah karena produksi susunya yang tinggi, dan kambing Alpen merupakan salah satu trah kambing perah yang terkenal dengan produksi susunya. Produksi susu rata-rata menurut catatan ADGA selama masa laktasi pada tahun 2010 adalah 1087 kg susu, dengan kadar lemak 3,3% dan protein 2,8%.
Beberapa pola warna khas kambing Alpen: leher dan pundak putih dan badan bagian belakang hitam mengkilap; coklat muda, merah, coklat kemerahan atau coklat dengan warna hitam pada kepala, punggung dan kaki belakang; warna hitam dan putih pada wajah dan badan bagian bawah; berwarna belang bintik atau bercak; badan bagian depan berwarna putih dan badan bagian belakang berwarna hitam; badan bagian depan berwarna hitam dan badan bagian belakang berwarna putih.

2. Kambing Kerdil Nigeria

Kambing Kerdil Nigeria adalah trah kambing kerdil yang termasuk golongan kambing perah. Proporsi badan kambing Nigeria yang seimbang membuatnya terlihat seperti trah kambing perah Swis yang lebih besar. Badannya yang rendah merupakan ciri utama trah kambing Kerdil Nigeria, dan tinggi gumba kambing Kerdil Nigeria betina tidak lebih dari 57 cm.
Kambing Kerdil Nigeria terkenal dengan susunya yang berkualitas tinggi, biasanya dengan kandungan lemak mentega yang sangat tinggi. Kambing Kerdil Nigeria bertelinga dengan panjang sedang dan tegak. Garis wajahnya lurus atau agak cekung. Bulunya lurus dengan panjang sedang. Kambing Kerdil Nigeria merupakan satu-satunya trah kambing perah yang sebagian ada yang bermata biru. Namun demikian, tidak ada kecenderungan mengutamakan mata coklat atau mata biru di kalangan peternak kambing Kerdil Nigeria. Segala pola, warna, atau perpaduan warna dapat diterima. Menurut ADGA, produksi rata-rata kambing Kerdil Nigeria selama masa laktasi pada tahun 2010 adalah 331 kg susu, dengan kandungan lemak 6,1% dan kandungan protein 4,4%.
3. Kambing LaMancha
Kambing LaMancha bertelinga sangat kecil sehingga seolah-olah kambing ini tidak bertelinga sama sekali. Telinga kambing LaMancha bervariasi. Trah kambing LaMancha berasal dari Oregon, yang merupakan hasil perkawinan silang kambing bertelinga pendek dengan kambing Nubia.
Kambing LaMancha berhidung lurus, dan badannya relatif kecil. Tinggi kambing LaMancha betina 71 cm, dan beratnya sekitar 59 kg. Kambing LaMancha biasanya lebih tenang dan jinak dibandingkan dengan trah kambing lain. Kambing LaMancha diakui sebagai trah kambing perah yang sangat produktif. Produksi rata-ratanya selama masa laktasi menurut data ADGA pada tahun 2010 adalah 1019 kg susu, dengan kandungan lemak 3,9% dan protein 3,1%.
4. Kambing Nubia
Kambing Nubia bertelinga lemas dan sangat panjang sehingga mencapai sekitar 3 cm melampaui mulutnya. Warna kambing Nubia sangat beragam, dan hidungnya cembung (hidung Romawi). Kambing Nubia merupakan salah satu trah kambing besar, yang tingginya mencapai 76 cm dan bobotnya sekitar 61 kg.
Trah kambing Nubia cenderung menghasilkan agak lebih sedikit susu dibandingkan dengan trah kambing perah lainnya, tapi susu kambing Nubia cenderung lebih tinggi kadar protein dan lemak menteganya dibandingkan dengan trah kambing perah lain. Kambing Nubia cenderung sedikit lebih liar dibandingkan dengan kambing perah lain, dan suaranya sangat khas. Anak kambing Nubia bersuara seperti mengeluh.
Kambing Nubia mungkin merupakan trah kambing perah paling terkenal di Amerika Serikat. Kambing Nubia di Amerika Serikat umumnya berasal dari keturunan kambing Inggris yang dikembangkan dengan mengawin-silangkan kambing perah Inggris dengan trah kambing bertelinga lemas dari Afrika dan India. Tingkat produksi rata-rata selama masa laktasi menurut ADGA pada tahun 2010 adalah 832 kg susu, dengan kandungan lemak 4,6% dan protein 3,7%.
5. Kambing Oberhasli
Kambing Oberhasli (sebelum tahun 1978 dinamakan kambing Alpen Swis) memiliki standar warna yang sangat spesifik. Kambing Oberhasli berwarna coklat kemerahan yang dikenal sebagai warna Chamoise, dengan garis punggung, ambing, dan perut berwarna hitam, serta warna hitam di bawah lutut. Kepala kambing Oberhasli juga agak hitam. Warna lain yang dapat diterima adalah hitam polos, tapi ini hanya dapat diterima untuk kambing Oberhasli betina.
Kambing Oberhasli bertelinga tegak dan termasuk trah kambing berukuran sedang-kecil. Tinggi kambing Oberhasli betina 71 cm, dan beratnya sekitar 54 kg. Kambing Oberhasli menghasilkan susu dan komponen susu yang cukup tinggi. Menurut data ADGA tahun 2010, produksi rata-rata kambing Oberhasli selama masa laktasi adalah 1023 kg susu, dengan kadar lemak 3,5% dan protein 2,9%.

6. Kambing Saanen

Kambing Saanen biasanya berwarna putih polos atau krem muda, tapi warna putih polos lebih disukai. Telinga kambing Saanen berukuran sedang dan tegak, dan telinga yang menghadap ke depan lebih disukai. Kambing Saanen berbulu halus-pendek dan sering terdapat rumbai pada punggung dan pahanya. Garis wajah kambing Saanen lurus atau cekung.
Kambing Saanen berasal dari Swis tapi sekarang merupakan trah kambing perah paling terkenal kedua di Amerika Serikat. Kambing Saanen merupakan kambing terbesar dari semua trah kambing perah, yang tingginya minimal 76 cm, dan beratnya sekitar 61 kg. Kambing Saanen biasanya berambing besar dan sangat terkenal dalam peternakan kambing perah karena kualitas susu yang dihasilkannya. Menurut data ADGA tahun 2010, produksi rata-rata selama masa laktasi adalah 1154 kg susu, dengan kandungan lemak 3,2% dan protein 2,8%.
7. Kambing Sable
Kambing Sable adalah kambing Saanen yang tidak berwarna putih. Kambing Saanen berwarna putih atau krem muda, dan kambing Saanen yang warnanya bukan putih atau krem muda dikategorikan kambing Sable. Semua karakteristik lainnya pada kambing Sable sama persis dengan kambing Saanen.
8. Kambing Toggenburg
Kambing Toggenburg memiliki warna yang sangat spesifik. Warna kambing Toggenburg berkisar dari coklat muda kekuningan sampai coklat tua dan bertelinga putih serta kaki bagian bawah berwarna putih. Bagian samping ekor dan dua jalur di sepanjang wajah juga berwarna putih. Kambing Toggenburg bertelinga tegak, dan bulunya lebih panjang dan kasar dibandingkan dengan trah kambing perah lainnya.
Tinggi kambing Toggenburg 66 cm, dan beratnya sekitar 54 kg. Namun demikian, kambing Toggenburg umumnya berbadan sedang. Kambing Toggenburg merupakan trah kambing terdaftar tertua dibandingkan dengan jenis kambing lainnya. Kambing Toggenburg cenderung lebih lincah dan lebih liar dibandingkan dengan trah kambing lainnya. Biasa dinamakan kambing Togg, sebagai sebutan singkatnya, dibandingkan dengan trah kambing lainnya kambing ini memiliki tingkat produksi susu rata-rata sedang, tapi pada waktu tertentu produksi susunya sangat tinggi! Berdasarkan data ADGA tahun 2010, produksi rata-rata kambing Toggenburg adalah 928 kg susu, dengan kadar lemak 3,0% dan protein 2,7%.
Penerjemah Inggris-Indonesia:
Hipyan

Galur kambing perah india

clip_image001clip_image002

Kambing Jamnapari (disebut juga kambing Jamunapari, atau terkenal dengan nama kambing Etawa di Indonesia) merupakan salah satu nenek moyang kambing Nubia Amerika. Kambing Nubia ini berasal dari perkawinan silang kambing Jamnapari dari India dan kambing Zaraibi Mesir dengan kambing asli Inggris, setelah kambing ini tiba di Inggris dibawa kapal dagang sebagai bagian dari setiap kargo. Perkawinan silang ini menghasilkan galur kambing Anglo-Nubia.

Selain menjadi nenek moyang kambing Anglo-Nubia (atau kambing Nubia), kambing Jamnapari juga merupakan nenek moyang kambing Etawa atau Peranakan Etawa (PE) di Indonesia. Kambing Jamnapari mulai masuk Indonesia pada tahun 1925 ketika pemerintah kolonial Belanda mulai melakukan importasi kambing unggul ini untuk meningkatkan kinerja kambing lokal melalui perkawinan silang dengan kambing Kacang.

Kambing Jamnapari dikenal sebagai kambing perah terbaik di India. Kambing Jamnapari juga merupakan galur kambing berbadan paling tinggi dan biasanya dikenal sebagai kambing Pari di daerah asalnya karena penampilannya yang gagah. Daerah asal kambing ini dan habitat alaminya adalah daerah Chakarnagar di distrik Etawah di negara bagian Uttar Pradesh, di sepanjang delta sungai Jamuna dan Chambal, dan distrik Bhind di negara bagian Madhya Pradesh di sepanjang sungai Kwari, di sebelah timur New Dehli dan tidak jauh dari Taj Mahal yang terkenal di Agra. Kambing Jamnapari beradaptasi dengan baik dengan jurang-jurang khas di daerah ini dan tumbuhan semak dan belukarnya yang lebat. Kambing Jamnapari nampaknya telah berevolusi khusus di lingkungan ini, karena secara alami galur kambing ini tidak terdapat di daerah-daerah sekitarnya di luar daerah asalnya.

Habitat

Daerah asal kambing Jamnapari terletak di antara 26,8 derajat lintang utara dan 79,3 derajat bujur timur. Daerah Chakarnagar terletak 24 mil di sebelah tenggara kota Etawah di sepanjang sungai Jamuna di daerah seluas 34 hektar. Karena keadaan tanahnya mengalami erosi parah, permukaan tanah di daerah ini bergelombang tidak merata, membentuk ngarai-ngarai dan jurang-jurang dengan kedalaman 3 hingga 46 meter. Pada musim panas cuacanya kering dan panas dengan temperatur mencapai 66º C. Pada musim dingin, temperaturnya turun hingga 14 sampai 16º C.

Curah hujan per tahun sekitar 456 cm3, yang tersebar selama musim hujan. Ngarai dan jurang tertutup semak lebat dan tumbuhan pohon tahan kering, terutama mesquite (Prosopis juliflora), plum (Ziziphus jujuba), babul (Acacia nilotica), conkra (Prosopis spicigera), dan hingota (Balanites aegyptica). Tanaman pepadian utama adalah arhar yang eksotis (Cassia cacjam), gram (Cassia erientinum) dan bajara (Pennisetum aegypticum), dan tergantung pada hujan karena tidak ada sarana irigasi di daerah ini.

Anatomi

Kambing Jamnapari berbulu putih dan pendek kecuali di bagian paha dan kaki belakangnya yang berbulu panjang. Ciri utama galur kambing Jamnapari adalah hidungnya yang sangat cembung dan telinganya yang panjang menggantung. Lehernya panjang, berotot dan tegak. Pinggangnya kuat tapi biasanya melengkung; ekornya pendek dan biasanya melengkung ke atas.

Panjang telinga sekitar 20 cm pada anak kambing Jamnapari berumur tiga sampai enam bulan, yang tumbuh hingga 31 cm pada kambing Jamnapari dewasa. Tanduk mengarah ke belakang dan panjangnya sekitar 23 cm pada kambing Jamnapari dewasa. Ambingnya cukup besar dibandingkan dengan kambing “perah” Asia lainnya, tapi menggantung. Putingnya mudah diperah dengan tangan dan panjangnya 15 cm.

Meskipun panjang telinga kambing Jamnapari dewasa sekitar 31 cm, wajah dan mulutnya lebih pendek sekitar 5 hingga 8 cm daripada telinganya, sehingga menyebabkan perbandingan kritis dan merugikan 1:4 antara panjang telinga dengan panjang wajah. Hal ini menyebabkan telinga kambing Jamnapari menyentuh tanah atau menghambat mulutnya saat berusaha merumput atau makan. Selain itu, matanya juga bisa tertutup oleh telinganya yang panjang. Karena itu, kambing Jamnapari berevolusi sehingga lebih suka mencari makan dengan meramban semak-semak, dedaunan pohon dan pucuk rerumputan daripada merumput di tanah, yang membuat galur kambing ini rentan terhadap perubahan lingkungan.

Kebiasaan Makan

Pada musim dingin, kambing Jamnapari menggunakan sekitar 94% waktunya untuk meramban dengan lahap, tapi hanya memanfaatkan 55% waktunya untuk meramban pada musim panas dan kemudian meramban perlahan. Kalau tidak ada tumbuhan atas, yang menjadi pilihan utama kambing ini, kambing Jamnapari mencari tumbuhan tengah yang lebih disukai daripada tumbuhan bawah.

Hidungnya yang sangat cembung membuat rahang dan bibir atas kebanyakan kambing Jamnapari lebih pendek daripada rahang bawah, keadaan yang dinamakan “rahang atas pendek” atau brakignatia, yang merupakan ciri gen resesif. Ini nampaknya merupakan faktor penyebab kebiasaan kambing Jamnapari yang lebih suka meramban daripada merumput dibandingkan dengan hewan ruminansia lain karena bibir dan rahang bawah kambing Jamnapari lebih dulu menyentuh tanah tanpa bibir dan rahang atas yang membuat kambing Jamnapari kesulitan untuk menggigit dan merenggut rumput. Akibat terjadinya penggundulan hutan dan reklamasi tanah, daerah asal mula kambing Jamnapari dengan tumbuhan semaknya yang lebat ini sekarang sudah jauh berubah sehingga kambing Jamnapari kesulitan meramban, dan dengan demikian mengancam keberadaan galur kambing Jamnapari.

Manajemen Perkandangan

Kambing Jamnapari biasanya dipelihara dengan sistem manajamen ekstensif, yaitu kambing mencari pakan hijauan selama tujuh hingga dua belas jam di kawasan jeram Chakarnagar pada musim yang berbeda. Para peternak kambing Jamnapari lebih suka memelihara kambing dalam jumlah kecil karena keterbatasan lahan peternakan mereka. Jumlah populasi kambing Jamnapari maksimal 16 ekor kambing Jamnapari dewasa dengan jumlah anak yang bervariasi. Sebagian kambing Jamnapari dewasa dijual sewaktu-waktu. Umumnya, peternak membuat kandang untuk kambing Jamnapari berupa kandang kecil sederhana berukuran sekitar 4 x 2,5 meter persegi dengan struktur tiang kayu, atap daun lalang, dan dinding kayu semak berduri.

Kadang-kadang struktur kandang ini berupa tanah liat atau bata tergantung status ekonomi peternaknya, dan struktur kandang ini diubah setiap musim agar sesuai dengan cuaca saat itu. Kandang kambing Jamnapari ini dinamakan “bangla”, yang dikelilingi pagar berupa tonggak dan batang kayu serta kayu semak berduri. Kalau sedang tidak mencari pakan hijauan, kambing Jamnapari ditempatkan di kandang terbuka tanpa dipaut atau dipaut pada musim panas, dan peternak mengawasi kambing mereka agar tidak diserang binatang liar.

Pada musim hujan, kambing Jamnapari dipaut di dalam kandang tertutup. Pada musim dingin, kandang kambing Jamnapari ditutup rapat dengan kayu-kayu semak berduri dan lembaran-lembaran rumput untuk melindungi kambing Jamnapari dari udara yang sangat dingin. Peternak juga menghidupkan api agar kandang tetap hangat dan untuk mengusir binatang liar. Anak-anak kambing Jamnapari dikandangkan terpisah dari kambing Jamnapari dewasa. Kambing Jamnapari pejantan ditempatkan di kandang bata dengan pemeliharaan khusus dan biasanya dipaut.

Manajemen Pakan

Kambing Jamnapari mencari pakan hijauan di kawasan jeram Chakarnagar pada siang hari selama 7-12 jam, tergantung musim. Campuran konsentrat dan biji-bijian diberikan di pagi hari sebelum kambing Jamnapari dikeluarkan untuk meramban. Kambing Jamnapari betina yang sedang bunting dan kambing Jamnapari yang dipelihara untuk tujuan kontes diberi pakan khusus yang terdiri dari bajra (Pennisetum americanum), barley, jowar (Sorghum bicolor) dan gandum utuh atau gandum giling. Anak kambing Jamnapari dibiarkan menyusu pada induknya sampai umum tiga bulan. Sebelum menyusui atau diperah, kambing Jamnapari betina diberi bajra rebus atau roti masak. Selain campuran konsentrat, kulit bajra basah atau kering, rajma (sejenis leguminosa) mentah, kairy (Prosopis cinerarea) dan dedaunan pohon juga diberikan kepada kambing Jamnapari.

Pertumbuhan Badan

Kambing Jamnapari betina berbobot sekitar 3 kg saat lahir, 14 kg saat berusia enam bulan, dan 30 kg saat berusia 12 bulan. Anak kambing Jamnapari jantan bobotnya jauh lebih berat. Tingkat pertumbuhannya rata-rata sekitar 1 kg per minggu sampai usia tiga bulan, dan sekitar 1 kg per 10 hari setelah itu. Kambing Jamnapari jantan dapat mencapai bobot sekitar 36 kg pada usia 12 bulan dengan sistem pemberian pakan yang baik.

Produksi Susu

Catatan produksi susu selama 30, 60, 90, dan 120 hari laktasi dilaporkan rata-rata 32, 68, 91, dan 123 kg susu. Kambing Jamnapari dapat menghasilkan 3,6 kg susu per hari dan produksi susu rata-rata per hari 1 kg per hari. Produksi susu terus meningkat sampai akhir jangka waktu laktasi dua bulan dan kemudian mulai menurun selama jangka waktu laktasi rata-rata 260 hari.

Kambing Jamnapari betina beranak kembar biasanya menghasilkan lebih banyak susu daripada kambing Jamnapari betina beranak tunggal. Penelitian komposisi susu menyimpulkan kandungan protein total rata-rata 2,9% (dengan kisaran 2,4 – 3,2) pada awal masa laktasi, 3,2% (dengan kisaran 2,3 – 3,9) pada pertengahan masa laktasi dan 3,8% (dengan kisaran 3,1 – 4,3) pada akhir masa laktasi (Singh dan Singh, 1980a), dengan persentase kasein rata-rata 82% pada awal masa laktasi, 79% pada pertengahan masa laktasi, dan 77% pada akhir masa laktasi. Kasein susu ini mengandung rata-rata 26% alfa-kasein, 61% beta-kasein dan 13% gama-kasein (Singh dan Singh 1980b).

Reproduksi

Tingkat kebuntingan kambing Jamnapari relatif tinggi, yaitu 88%, jumlah rata-rata anak sekelahiran 1,6 ekor, kemungkinan kelahiran kembar 52%, dan kelahiran kembar tiga dan kembar empat sering terjadi. Usia kebuntingan pertama kambing Jamnapari sekitar 18 bulan, melahirkan pertama pada usia 23 bulan, dan jarak waktu antar-kelahiran sekitar 11 bulan.

Kriteria Seleksi Pejantan

Pemilihan kambing Jamnapari jantan untuk tujuan pembiakan oleh peternak didasarkan pada kriteria tertentu yang sangat ketat dan menggunakan pengetahuan dan pengalaman mereka secara cermat. Silsilah kambing Jamnapari jantan merupakan faktor pertimbangan penting sebelum pembelian dilakukan. Warna badan kambing Jamnapari jantan harus putih sempurna dan tidak boleh ada toleransi dalam hal ini. Kambing Jamnapari jantan harus keturunan dari kambing Jamnapari betina dengan produksi susu tinggi dan sudah tua. Kambing Jamnapari jantan keturunan kambing Jamnapari betina yang baru sekali atau dua kali melahirkan tidak akan dipertimbangkan untuk dijadikan pejantan.

Tanduk kambing Jamnapari jantan tidak boleh lurus tapi melengkung ke atas; kambing Jamnapari jantan yang tanduknya melengkung ke bawah tidak akan dijadikan pejantan. Testes kambing Jamnapari jantan harus bulat dan kecil. Bulu badan kambing Jamnapari jantan harus pendek dan mengkilap, tapi bulu pada bagiah paha dan kaki belakang harus panjang. Tidak boleh ada warna hitam pada hidung atau kepala. Wajah kambing Jamnapari jantan harus jelas cembung dan berhidung Romawi (mancung). Kambing Jamnapari jantan harus berjanggut.

Permasalahan

Para peternak menghadapi banyak masalah dalam memelihara kambing Jamnapari. Pertumbuhan tumbuhan semak bilati babool (Prosopis juliflora) yang tidak seimbang sebagai sumber pakan rambanan mungkin berperan menyebabkan penurunan produksi kambing Jamnapari hingga 50%. Masalah lainnya adalah kurangnya bantuan petugas peternakan, jarangnya pembelian kambing baru, gangguan oleh polisi dan departemen kehutanan, kurangnya pekerja, serangan binatang liar, dan kurangnya pakan hijauan pada musim tertentu.

CONVERSATION

0 comments:

Posting Komentar